JAKARTA. Ini harusnya menjadi peringatan serius bagi pemerintah. Kinerja ekspor dan impor pada bulan Juni 2017 kompak melorot ketimbang bulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat: nilai impor Juni 2017 kita hanya US$ 10,01 miliar. Angka ini melorot 27,67% dibanding Mei. Secara tahunan atau
year on year (YOY), angka ini turun 17,21% atau
year on year (YoY). Dengan torehan ini, nilai impor Juni 2017 menjadi terendah selama enam bulan pertama 2017. Adapun dari ekspor sami mawon. Per Juni 2017, nilai ekspor Indonesia US$ 11,64 miliar, melorot 18,82% dibanding Mei 2017. Turun 11,82% dibandingkan Juni 2016.
Penurunan impor yang lebih dalam dibanding ekspor ini pula membuat neraca dagang Juni 2017 surplus US$ 1,63 miliar, lebih tinggi dari Mei 2017 yang surplus sebanyak US$ 474 juta. Kepala BPS Suhariyanto menilai penurunan kinerja ekspor dan impor pada Juni 2017 terjadi karena aktivitas ekspor-impor berhenti karena libur panjang Lebaran. "Penurunan ekspor dan impor dipengaruhi pergeseran bulan Ramadan dan Lebaran," ujarnya Senin (17/7). BPS yakin pelemahan ini sementara. Berdasarkan rekam jejak tahun-tahun sebelumnya, ekspor-impor naik lagi pasca Lebaran. BPS melihat ke depan, ada potensi kenaikan ekspor karena peningkatan harga komoditas, seperti batubara, coklat, dan tembaga. Namun, Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih melihat, pelemahan kinerja ekspor impor Juni semakin menunjukkan bahwa terjadi pelambatan ekonomi. Sebab, penurunan kinerja impor terjadi di impor bahan baku atau penolong serta barang modal. Impor dua golongan barang tersebut masing-masing turun 29% dan 25% dibandingkan bulan sebelumnya. Alhasil, "Ada potensi dalam tiga bulan ke depan masih terjadi perlambatan ekonomi," kata Lana kepada KONTAN, Senin (17/7).
Kata Lana, penurunan impor bahan baku atau penolong dan barang modal bukan karena banyaknya hari libur Lebaran. Sebab, dua jenis barang itru adalah barang tahan lama. Importir mestinya tak perlu takut jika barang tersebut tertahan dalam jangka waktu yang lama. "Dugaan saya, ini karena lemahnya permintaan domestik," tegas Lana, lagi. Ini terlihat dari turunnya volume impor Juni 2017 sebesar 18% dibandingkan Mei 2017. Sedangkan dibandingkan Juni 2016, turun 26,18% YoY. Padahal rata-rata harga barang secara agregat hanya turun 1,47% (mtm). "Penurunan volume tersebut mencerminkan permintaan yang lemah. Jika harga turun, mestinya kita beli banyak," kata Lana. Lana menduga, kinerja impor baru naik signifikan pada September. Hanya, ini itu tergantung belanja pemerintah. Jika belanja naik, permintaan rumah tangga kuartal IV juga akan mendaki. Jika ini terjadi, importir mulai mempersiapkan bahan baku pada September untuk memenuhi permintaan kuartal terakhir di tahun 2017. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Rizki Caturini