Peringkat utang Rusia turun lagi



WASHINGTON. Lembaga pemeringkat Standard & Poor's memangkas rating utang dalam mata uang asing Rusia di bawah level investment grade untuk pertama kalinya dalam 10 tahun terakhir. April 2014, S&P pun memangkas peringkat Rusia satu level.

S&P memangkas peringkat Rusia menjadi BB+, selevel dengan Bulgaria dan Indonesia. S&P juga menyematkan outlook negatif bagi Negeri Beruang Merah ini. "Fleksibilitas kebijakan moneter Rusia makin terbatas dan prospek pertumbuhan ekonomi kian lemah," kata S&P dalam pernyataan yang dikutip Bloomberg, Senin (26/1).

Eksportir energi terbesar dunia ini di ambang resesi setelah harga minyak merosot ke level terendah sejak tahun 2009. Krisis Rusia makin berat karena sanksi ekonomi dari Amerika Serikat, Uni Eropa, Kanada dan Australia dan beberapa negara lain. 


Sanksi ekonomi ini menjauhkan Rusia dari pasar finansial dunia. Akses ke pasar obligasi dan minat investor pun merosot. "Kami juga melihat risiko yang makin tinggi bahwa bantalan fiskal akan menurun karena tekanan eksternal," imbuh S&P.

Piotr Matys, Emerging-Market Strategist Rabobank International mengatakan, nilai tukar rubel hanya menurun tipis setelah pengumuman, karena pasar sudah mengantisipasi keputusan S&P ini. "Antisipasi pasar ini terjadi sejak Desember ketika S&P mengumumkan tinjauan peringkat Rusia," kata Matys.

Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov mengatakan, perusahaan pemeringkat ini pesimistis secara berlebihan. "Keputusan ini harusnya tidak menimbulkan dampak serius ke pasar, karena partisipan pasar sudah menghitung risiko penurunan peringkat utang Rusia," kata Siluanov.

Bank Sentral Rusia membebaskan pergerakan kurs rubel lebih awal. Bank sentral pun menggelar rencana rekapitalisasi perbankan hingga 1 triliun rubel. Bank Sentral Rusia juga menaikkan suku bunga dari 10,5% menjadi 17%.

Kepala Pemeringkatan Sovereign S&P Moritz Kraemer mengatakan, kenaikan suku bunga ini akan menahan aliran dana keluar. Tahun lalu, aliran dana keluar dari Rusia mencapai US$ 151,5 miliar, naik dari US$ 61 miliar di tahun sebelumnya.

Editor: Yudho Winarto