Peritel Akan Surati Jokowi soal Utang Rafaksi Minyak Goreng yang Belum Juga Dibayar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masalah utang rafaksi minyak goreng masih berbuntut panjang. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bakal mengirim surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal pembayaran utang rafaksi atau selisih harga pengadaan minyak goreng yang tak kunjung dibayar pemerintah. 

Ketua Umum Aprindo Nicholas Mandey mengatakan, dalam surat tersebut pihaknya meminta agar Presiden Jokowi menyediakan ruang audiensi dan memberikan arahan kepada para pembantunya untuk segara memenuhi hak peritel dan produsen minyak goreng. 

"Surat terbuka ini menjadi bagian dan harapan kami agar ditanggapi, didengarkan, dicarikan jalan keluar," kata Roy dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (18/1). 


Selain itu, Aprindo juga akan menempuh jalur hukum. Saat ini peritel bersama dengan produsen tengah menyiapkan proses gugatan. 

"Sudah pasti, tidak akan mundur, tidak akan menyerah, tidak akan takut dengan siapapun," tandas Roy. 

Baca Juga: Utang Rafaksi Minyak Goreng Tak Kunjung Dibayar, GIMNI Usul Pemangkasan Pajak

Polemik rafaksi minyak goreng berawal dari kebijakan satu harga melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2022. Beleid ini mewajibkan peritel untuk menjual minyak goreng kemasan dengan harga seragam yaitu sebesar Rp 14.000/liter. 

Sementara selisih harganya akan dibayar 17 hari kerja setelah peritel melengkapi dokumen pembayaran kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). 

Hanya saja, sebelum pembayaranya rampung, regulasi tersebut dicabut dan digantikan dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng. 

Meski begitu, pasal 9 Permendag ini secara tegas mengatakan pelaku usaha yang terdaftar dan telah melaksanakan penyediaan minyak goreng, wajib dibayar setelah melakukan verifikasi oleh surveyor. 

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan sudah meminta pendapat hukum dari Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk memperkuat hukum pembayaran utang rafaksi. 

Dalam pendapat hukumnya, Kejagung menyebut masih terdapat kewajiban hukum BPDPKS untuk menyelesaikan pembayaran dana pembiayaan. Meski sudah menerima pendapat hukum dari Kejagung, Zulhas tak mau terburu-buru untuk membayar utang tersebut. 

Baca Juga: Mengapa Pemerintah Tak Segera Bayar Utang Rafaksi Minyak Goreng?

Alih-alih langsung membayar, Zulhas meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk meninjau ulang hasil verifikasi PT Sucofindo selaku verifikator independen terkait beda klaim pembayaran yang dilakukanya dengan klaim produsen dan peritel.

Jumlah yang terverifikasi oleh PT Sucofindo sebesar Rp 474,80 miliar atau 58,43% dari klaim yang diajukan oleh 54 pelaku usaha senilai Rp 812,72 miliar.

Dengan dalih kehati-hatian, Zulhas juga meminta agar keputusan pembayaran utang ini dikembalikan kepada Kementerian Koordinator Perekonomian. Hanya saja, hingga saat ini pembayaran utang juga belum terlaksana. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat