KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menerapkan aturan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) untuk perusahaan ritel tahun ini mencapai Rp 4.297.980 per bulan. Aturan tersebut dikeluarkan oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan melalui Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2019 tentang upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP). Berdasarkan pasal 2 Pergub Nomor 6 Tahun 2019 tersebut pengusaha dilarang membayarkan gaji pegawainya lebih rendah dari UMSP yang telah ditetapkan Pemprov DKI Jakarta.
Jumlah tersebut lebih tinggi ketimbang Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun ini yang meningkat menjadi Rp 3,940.973 per bulan. Tutum Rahanta, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengaku keberatan bila sektor ritel dimasukkan ke dalam UMSP. Menurutnya, ritel merupakan sektor padat karya yang menyerap cukup banyak tenaga kerja. Oleh karena itu, dirinya berharap Pemprov DKI Jakarta bisa lebih cermat dalam mengambil kebijakan. “Ritel ini ada kesalahan cara pandang, kami ini sebenarnya padat karya karena menyerap karyawan
unskill. Tetapi tetap saja pemerintah masukin seakan-akan ritel itu produk unggulan, ini kesalahan, kami akan minta audiensi untuk memperjelas ini semua,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (30/1). Menurutnya, bila Pemprov DKI Jakarta tetap memaksakan peritel untuk menggaji karyawan sesuai UMSP akan memiliki dampak yang besar. Karena saat ini, di samping sektor biaya sewa dan energi, biaya operasional ritel paling besar dikeluarkan untuk gaji karyawan. Bila aturan ini dipaksakan tentu saja imbasnya tidak akan baik bagi peritel. “Kalau itu diterapkan imbasnya mungkin kami akan modernisasi gerai dengan (mesin) automasi, mungkin yang tadinya penjaga barang sekian orang ya kami kurangi dan ganti dengan peralatan (teknologi), ya pasti akan efisiensi,” lanjutnya.
Dirinya melanjutkan, untuk format gerai minimarket yang luasan gerainya kecil saja, peritel harus menggelontorkan 30% hingga 40% pengeluaran operasional untuk gaji karyawan. Jumlah tersebut di luar dari biaya sewa tempat dan energi, sehingga aturan ini akan kontra produktif dalam upaya untuk mendorong pertumbuhan konsumsi. “Kalau supermarket itu lebih tinggi lagi karena sizenya beda, department store juga besar luasnya dan (biaya) sewanya beda-beda. Kami harapkan dikaji lagi, paling tidak ikut UMP karena industri ini memang padat karya,” lanjutnya. Handaka Santosa, Managing Director Sogo Indonesia menyampaikan bahwa sektor ritel seharusnya tidak digolongkan dalam UMSP. Pasalnya, industri ritel selain menopang konsumsi juga menyerap cukup banyak tenaga kerja dan memiliki imbas yang cukup baik dalam penyediaan tenaga kerja. Dengan penerapan UMSP DKI Jakarta tersebut tentu akan membebani operasional peritel. “Kita bagi saja, setiap 25 meter persegi itu kami butuh satu orang, ini memang padat karya jadi pemerintah perlu memperhatikan income kami juga. Karena kalau sektor ritel ini ada apa-apa ya imbasnya juga ke penerimaan pajak ke pemerintah,” tambahnya.
Editor: Yudho Winarto