Perjalanan Dirut PTP Multipurpose Imanuddin: Dari telur bebek sampai ke pelabuhan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun ini, genap seperempat abad Imanuddin berkarier di Grup PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) atawa Pelindo II. Dia mengawali karier dari level staf hingga pada tahun 2017 terpilih sebagai Direktur Utama PT Pelabuhan Tanjung Priok alias PTP Multipurpose. Imanuddin terjun ke industri kepelabuhanan dengan cara learning by doing.

Awal bergabung dengan Grup Pelindo II, Imanuddin sebenarnya buta dengan industri kepelabuhanan. Maklum, pria kelahiran Medan, 10 Desember 1965 tersebut adalah Sarjana Ekonomi, jebolan Universitas Indonesia (UI). Latar belakang keluarganya juga tidak menunjukkan tanda-tanda kedekatan dengan industri logistik lintas laut tersebut.

Namun tekad dan semangat yang kuat menghadiahi Imanuddin dengan pengalaman karier yang membanggakan. Dekade tahun 1994-1996 silam, dia menjadi Staf Kepala Divisi Terminal Pelindo II. Kini, namanya tercatat sebagai dalam jajaran direksi di salah satu anak usaha Pelindo II yakni PT Pelabuhan Tanjung Priok (PTP Multipurpose). Sejak 2017 hingga kini, Imanuddin menyandang jabatan direktur utama.


Padahal, perkenalan Imanuddin dengan Grup Pelindo II nyaris tanpa rencana. Lulus kuliah dari UI, rujukan pertamanya adalah pekerjaan sebagai wiraswasta. Pilihan Imanuddin adalah berjualan telur bebek. Namun, sang ibu tidak merestui pilihan pekerjaan tersebut. Akhirnya, dia mencoba mencari lowongan pekerjaan di berbagai perusahaan.

Kala itu, paman dari Imanuddin mengabarkan lowongan pekerjaan di Pelindo II. Terdesak keinginan untuk bekerja di perusahaan, dia pun menjajal kesempatan tersebut, mengikuti proses seleksi hingga akhirnya lolos.

Meskipun ketika awal mendapatkan informasi lowongan dari sang paman, Imanuddin tak tahu mengenai profil perusahaan yang dimaksud. "Pelindo ini perusahaan apa sih?" cerita Imanuddin sembari tergelak kepada Kontan.co.id, Selasa (21/5) lalu.

Meskipun bekerja di perusahaan yang tidak direncanakan sejak awal, bukan berarti Imanuddin asal-asalan ketika menjalani pekerjaan. Dia memiliki prinsip untuk melakukan segala sesuatu secara maksimal. Makanya, ia juga berusaha memahami industri kepelabuhanan.

Awal masuk sebagai pegawai, Imanuddin lebih memilih untuk mempelajari pekerjaan bongkar-muat pelabuhan. Padahal, atasannya kala itu menyarankan dia untuk mengikuti kursus komputer.

Saban hari, Imanuddin berusaha menyerap ilmu sembari mengamati proses pekerjaan yang berjalan. Tak jarang, dia ikut begadang bersama dengan pegawai-pegawai di pelabuhan. Cara tersebut manjur menjadi media belajar. Imanuddin menjadi paham dengan kondisi di lapangan.

Ketekunan dan keseriusan Imanuddin rupanya terbaca oleh atasan. Dua tahun kemudian, pria yang kin berusia 54 tahun tersebut naik jabatan menjadi Supervisor Pendapatan Usaha Terminal Pelindo II. Namun, statusnya masih calon pegawai.

Selain memegang prinsip menjalankan segala sesuatu secara maksimal, prinsip Imanuddin yang lain adalah berserah kepada Tuhan. Tentu, bukan dalam konteksi tanpa melakukan ikhtiar apapun. Hanya saja, dia selalu meyakini jika hasil yang didapatkan tidak terlepas dari campur tangan Yang Maha Kuasa.

Oleh karena itu, Imanuddin tidak bersedih ketika nasib mengharuskannya menyandang jabatan sebagai supervisor hingga delapan tahun dari 1996-2004. Padahal karier teman-temannya saat itu sudah melesat. "Saya menjadi pegawai yang paling cepat diangkat, sekaligus yang paling lama berada di posisi itu," tutur Imanuddin.

Sikap berserah kepada Tuhan tidak terbentuk begitu saja. Kalau perjalanan hidup Imanuddin jauh ke belakang, orangtuanya sempat menyematkan harapan agar Imanuddin menjadi seorang ustad. Ibundanya, ingin salah satu anak menjadi pemuka agama.

Selain bersekolah biasa di pagi hari, ketika sore hari Imanuddin belajar ilmu agama di madrasah. Setelah itu ia belajar mengaji di masjid. Sepulang dari masjid, ia masih mengulang apa yang ia pelajari seharian bersama seorang seorang ustad yang berkunjung ke rumah. Pengalaman mempelajari ilmu agama membuatnya bisa membaca Al Quran sekaligus menafsirkannya.

Semasa kecil, ibunda Imanuddin mengawasi saudara-saudaranya pada saat jam belajar. Namun, perlakukan berbeda terjadi pada Imanuddin. Sang ibu justru mengizinkan dia menghabiskan waktu di masjid untuk belajar mengaji.

Saking ingin memiliki anak sebagai ustad, orangtua Imanuddin sempat berencana memasukkannya ke Pondok Pesantren Gontor di Jawa Timur selepas lulus sekolah menengah pertama (SMP). Namun belakangan, ayah Imanuddin yang kemudian justru tidak tega melepas anaknya hidup terpisah di pondok pesantren.

Alhasil, jenjang pendidikan Imanuddin pun berjalan seperti siswa pada umumnya. Dia menempuh pendidikan di sekolah dasar (SD) hingga tamat sekolah menengah atas (SMA) tahun 1984 di Medan, Sumatra Utara.

Dari situ, Imanuddin kemudian migrasi ke Jawa demi melanjutkan sekolah di perguruan tinggi. Meskipun, dia mengaku semula sangat berat meninggalkan Medan. Terbersit pula dalam benaknya jika beban orangtua akan membesar karena harus membiayainya hidup di rantau. Padahal, orangtua juga masih harus menanggung biaya hidup delapan saudaranya yang lain.

Karier mendaki

Pengorbanan orangtua dan kegigihan Imanuddin membuahkan hasil. Dia awet bekerja di Grup Pelindo II sejak tahun 1994 hingga sekarang. Kepasrahannya pada kuasa Tuhan juga bukan tanpa ganjaran. Secara konsisten, jenjang karier Imanuddin di Grup Pelindo II menanjak.

Sebelum pada akhirnya menjadi pucuk pimpinan PTP Multipurpose, beberapa kali Imanuddin tercatat mengemban tugas di sejumlah anak usaha Grup Pelindo II. Jabatannya pun beragam. Sebut saja, karier di PT Multi Terminal Indonesia dan PT Integrasi Logistik Cipta Solusi.

Tak cuma menikmati kenaikan jenjang karier, Imanuddin juga sempat merasakan pengalaman berharga yang diberikan oleh Grup Pelindo II. Tahun 2009-2010, dia berkesempatan untuk mengenyam pendidikan di Erasmus University, Rotterdam di Belanda. Pengalaman bersekolah tersebut membuka pemikiran baru yang lebih luas bagi Imanuddin.

Lulus dari Erasmus University, Imanuddin kembali bergabung dengan Grup Pelindo II. Secara struktural, jabatan dia langsung melejit. Pengalaman tersebut menyadarkan Imanuddin bahwa segala sesuatu memang ada waktunya. "Terakhir, saya bekerja sebelum kuliah di Belanda ada di kelas 10, tapi masuk perusahaan lagi saya langsung naik di kelas 4," kenang Imanuddin.

Sementara di sisi lain, semakin nyemplung di sektor pelabuhan, Imanuddin semakin cinta dengan pekerjaan tersebut. Menurutnya, pelabuhan merupakan interface atau titik temu antar-moda transportasi. Pelabuhan adalah tempat yang sangat strategis dan berkontribusi besar terhadap perekonomian. Sebab, pada pedagang di kota-kota, pabrik dan pelaku industri lain saling berkaitan dengan pelabuhan.

Imanuddin sangat bersyukur dengan pencapaian sejauh ini, meskipun tugas dan tanggung jawab untuk mengembangkan bisnis PTP Multipurpose masih besar di tengah persaingan bisnis yang menantang.

Sadar atau tidak sadar, Imanuddin mengaku kepemimpinan dan kebijakan yang diterapkan dalam mengelola perusahaan kini adalah cermin dari pengalaman di masa lalu. Tak terkecuali, pengalaman di masa kecil dan didikan dari kedua orangtua.

Imanuddin ingat, semasa kecil orangtuanya mempercayakan dia untuk memegang sebagian pengelolaan uang keluarga. Setiap hari, orang tua meminta Imanuddin untuk membagi uang menurut keperluan belanja yang yang dibutuhkan oleh asisten rumah tangga keluarga. Imanuddin juga bertanggung jawab membagi uang saku kepada adik-adiknya. Semua tugas dia lakukan sejak kelas 4 SD hingga akhirnya merantau ke Jawa untuk kuliah.

Pengalaman sedari kecil itu menjadikan Imanuddin sebagai sosok yang bertanggungjawab dan teratur menjalani hidup. Dari itu, dia juga belajar berkomunikasi dengan orang lain.

Sikap bertanggung jawab mempengaruhi kepemimpinan Imanuddin. Dia berusaha untuk terlibat dalam hal sekecil apapun yang sedang dikerjakan oleh tim. Imanuddin juga tidak pelit berbagi ilmu dengan bawahan. Dia menyebut model kepemimpinannya adalah servant leadership atau kepemimpinan yang melayani.

Menurut Imanuddin, seorang pemimpin tidak bisa hanya memerintah tanpa terlibat dan mengetahui detail yang sedang dikerjakan oleh tim. Walaupun, pilihan sikap seperti itu memang menuntut tenaga ekstra. "Karyawan akan merasakan perasaan berbeda ketika pemimpinnya ikut bekerja bersama-sama dan ketika pemimpin tidak terlibat, " kata Imanuddin.

Imanuddin mengagumi Presiden ke-3 Bacharuddin Jusuf Habibie sebagai pemimpin yang ideal. Menurutnya, Habibie adalah seseorang yang seimbang secara intelektual dan emosional. Selain itu, Habibie juga pemimpin yang mau belajar dan mengerti secara mendetail dengan apa yang sedang dikerjakan. Tidak banyak pemimpin yang bisa seperti Habibie.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi