KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya mengambil tindakan tegas terhadap
fintech peer to peer (P2P)
lending yang bermasalah. Salah satunya terkait PT Tani Fund Madani Indonesia (TaniFund) yang telah mengalami permasalahan gagal bayar yang berlarut-larut. OJK diketahui telah mencabut izin usaha perusahaan
fintech P2P
lending PT Tani Fund Madani Indonesia (TaniFund). Hal itu ditetapkan melalui Surat Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-19/D.06/2024 pada 3 Mei 2024. Keputusan OJK mencabut izin usaha TaniFund bukan tanpa alasan. Semua berawal dari adanya permasalahan gagal bayar TaniFund yang sudah terendus sejak akhir 2022. Saat itu, TKB90 perusahaan sudah mencapai 50%. Akibat tak kunjung bisa menyelesaikan permasalahan gagal bayar, OJK akhirnya turut ambil bagian. Regulator mulai memberikan sanksi untuk TaniFund sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Singkatnya, pada pertengahan 2023, OJK sempat menyatakan TaniFund sudah tidak mampu menyelesaikan rencana aksi dalam kaitannya dengan penyelesaian pinjaman macet yang berujung gagal bayar. Hal itu disampaikan Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Triyono Gani pada saat itu. "TaniFund sudah angkat tangan. Jadi, mereka memang sudah tidak bisa menyelesaikan
action plan apa pun dan tidak mampu," katanya, Kamis (8/6/2023).
Baca Juga: Ini Kata AFPI Soal Pencabutan Izin Usaha Fintech TaniFund OJK bahkan sempat menyampaikan TaniFund telah dipanggil beberapa kali pada Agustus 2023 untuk dimintai keterangan terkait permasalahan yang terjadi. Saat itu, OJK bilang TaniFund ada kemauan untuk menyelesaikan permasalahan gagal bayar tersebut. Namun, bukannya makin membaik, TaniFund malah terkena pengawasan khusus dari OJK. Pada awal 2024, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman mengatakan pihaknya telah memberikan waktu kepada TaniFund untuk dapat melakukan penyelesaian hak dan kewajiban para pengguna. Selain itu, dia bilang OJK tengah melakukan
monitoring terhadap TaniFund. "OJK sedang melakukan pendalaman atas adanya potensi
fraud yang dilakukan oleh TaniFund," ungkapnya dalam jawaban tertulis, Jumat (12/1). Merasa tak ada solusi yang konkret dari TaniFund untu mengatasi masalah gagal bayar, para
lender TaniFund akhirnya berupaya menempuh jalur hukum guna mendapatkan dana mereka kembali.
Baca Juga: Sanksi OJK Terhadap Fintech Lending Bermasalah Terus Menggelinding Puncaknya, pada awal 2024 hingga April 2024, sudah terdapat 4 gugatan yang dilayangkan para
lender di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan pertama dilayangkan tiga
lender dengan nomor perkara 64/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL yang didaftarkan 18 Januari 2024, dengan nilai kerugian mencapai Rp 131 juta. Adapun Grace Sihotang bertindak sebagai kuasa hukum para
lender. Selain itu, gugatan kedua muncul pada 12 Februari 2024 dengan nomor perkara 160/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL. Tertera nilai sengketa Rp 286,20 juta dengan Grace sebagai kuasa hukum
lender. Gugatan ketiga dilayangkan dua
lender yang terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 25 Maret 2024 dengan nomor perkara 292/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL. Tertera nilai sengketa Rp 52 juta. Terbaru, gugatan keempat dilayangkan sembilan
lender yang didaftarkan pada 30 April 2024 dengan nomor perkara 399/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL. Tercatat, nilai kerugian mencapai Rp 2,57 miliar. Masalah gagal bayar tak kunjung usai, akhirnya OJK mencabut izin usaha TaniFund pada 3 Mei 2024. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa mengatakan pencabutan itu dilakukan karena TaniFund telah dikenakan penegakan kepatuhan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu tidak memenuhi ketentuan ekuitas minimum dan tidak melaksanakan rekomendasi pengawasan OJK. "OJK telah melakukan langkah-langkah pengawasan
(supervisory actions) dan memberikan sanksi administratif secara bertahap sampai dengan Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU)," ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (8/5).
Baca Juga: OJK Resmi Cabut Izin Usaha Fintech TaniFund Aman menerangkan OJK juga telah melakukan komunikasi dengan Pengurus dan Pemegang Saham secara intens untuk memastikan komitmen penyelesaian permasalahan TaniFund. Namun, dia bilang sampai dengan batas waktu yang ditentukan, Pengurus dan Pemegang Saham tidak dapat menyelesaikan permasalahan. Dengan demikian, TaniFund dikenakan sanksi pencabutan izin usaha. Aman menyampaikan pencabutan izin usaha TaniFund dilakukan dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangan secara konsisten dan tegas untuk menciptakan industri LPBBTI yang sehat dan terpercaya. Dia mengatakan OJK juga telah melimpahkan kasus pidana terkait TaniFund kepada aparat penegak hukum untuk diproses lebih lanjut sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. Dengan telah dicabutnya izin usaha dimaksud, Aman mengatakan TaniFund harus menghentikan kegiatan usaha pada industri dan TaniFund wajib melakukan likuidasi. Selain itu, menyediakan Pusat Informasi dan Layanan Pengaduan Masyarakat atau Pengguna. Mengenai pencabutan izin usaha TaniFund, Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda berpendapat ditutupnya operasional fintech P2P lending bermasalah, seperti TaniFund, juga dilakukan untuk melindungi kepentingan lender dan borrower. Dia menganggap hal itu juga sebagai peringatan bagi fintech lending lain sehingga tidak ada lagi kejadian serupa seperti TaniFund.
Baca Juga: Mediasi Gagal, Lender TaniFund Cuma Ditawarkan Pengembalian Dana Sebesar 3% "Platform lain yang bermasalah juga dituntut untuk segera menyelesaikan masalah terkait. Jika tidak, maka izin usahanya wajib dicabut atau dibekukan. TaniFund juga harus menyelesaikan tuntutan
lender meskipun izinnya dicabut OJK," kata Nailul kepada Kontan, Jumat (10/5). Nailul juga mengatakan sangat berpotensi ada
fintech P2P
lending lain yang dicabut izin usahanya ketika status operasionalnya sudah darurat, seperti TaniFund. Terlebih kasus
miss-management, seperti Investree, yang penyelesaiannya butuh waktu berlarut. Untuk antisipasi kejadian seperti TaniFund tak terulang ke depannya, Nailul berpendapat perlu pengaturan di dua sisi, baik
lender dan
borrower. Dari sisi lender, dia bilang kewajiban ikut asuransi sebagai mitigasi risiko bisa diketatkan. Jika perlu, OJK menginisiasi pembentukan Lembaga Penjamin Investasi di
fintech P2P
lending, seperti LPS-nya bank atau asuransi. "Selain itu, OJK perlu merasionalkan bunga manfaat bagi
lender sehingga bisa mengukur risiko dengan tepat," katanya. Dari sisi
borrower, Nailul mengatakan penggunaan data SLIK sangat diperlukan. Dia pun menyampaikan ada kabar yang menyatakan bahwa pertengahan tahun ini sudah bisa menggunakan data SLIK untuk
credit scoring P2P
lending. Hal itu juga diperlukan untuk menghindari peminjam nakal dari perbankan yang dirasa banyak juga meminjam di
fintech P2P
lending. Baca Juga: Sanksi OJK Terhadap Fintech Lending Bermasalah Terus Menggelinding Sementara itu, Kuasa Hukum Lender Modal Rakyat Grace Sihotang berpendapat awalnya
lender atau kliennya heboh karena keputusan OJK tersebut. Namun, dia menilai keputusan OJK itu sudah bagus terhadap TaniFund yang tidak bayar uang
lender. "Tentu akan dilakukan likuidasi bisa 3 bulan sampai 1 tahun, lalu likuidator bisa membantu penagihan juga sehingga optimal," katanya kepada Kontan, Jumat (10/5). Grace juga berpendapat likuidasi akan mempercepat proses pengadilan yang ditempuh para
lender juga. Dia mengatakan pada pengadilan tingkat pertama, pasti TaniFund akan memutuskan membayar
lender. Sebab, bukti siaran pers OJK soal cabut izin usaha TaniFund bisa menjadi pertimbangan kuat bagi hakim untuk mengambil keputusan. "Bagi
lender yang menggugat itu untung, bisa diutamakan terlebih dahulu dalam pembayaran. Saya pikir TaniFund akan bayar sehingga tak menambah utang atau biaya mereka," katanya. Meskipun demikian, Grace mengatakan sampai saat ini TaniFund masih menunda jawaban kepada
lender. Dia beranggapan sepertinya TaniFund akan mempertimbangkan sejumlah hal lagi dengan adanya keputusan OJK. "Saya yakin, mereka akan mematuhi perintah OJK," ungkapnya.
Baca Juga: OJK Telah Limpahkan Kasus Fintech TaniFund ke Bareskrim Polri Di sisi lain, Director of Corporate Communication Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Andrisyah Tauladan menyampaikan semua
fintech P2P
lending yang bermasalah harus melalui proses yang sudah ditentukan oleh OJK. "Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan ada penutupan apabila tidak bisa memenuhi ketentuan," ujarnya. Mengenai antisipasi ke depannya, Andrisyah berpendapat konteksnya lebih ke
good corporate governance (GCG). Untuk peraturan, dia berpendapat sudah cukup, dia bilang hanya tinggal bersama-sama memaksimalkan terkait penegakan dan
monitoring. Dia tak memungkiri bahwa memasukkan data
fintech lending ke SLIK bisa meminimalisir masalah gagal bayar yang terjadi. "Salah satu inisiatif OJK bersama AFPI adalah memasukkan data industri ke SLIK," ungkapnya. Andrisyah menyampaikan bahwa target memasukkan data industri
fintech lending ke OJK akan terimplementasi pada tahun ini.
Sebagai informasi, sejauh ini sudah ada 4 gugatan dengan perkara wanprestasi yang dilayangkan
lender TaniFund di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Total ada 18
lender dengan total kerugian Rp 3,04 miliar. Adapun TKB90 perusahaan per 12 Mei 2024 sebesar 36,07%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati