KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi VII DPR RI bersama dengan pemerintah kembali menggelar Rapat Panitia Kerja (Panja) membahas Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) pada Rabu (21/6) secara tertutup. Selain Kementerian ESDM, rapat tersebut juga dihadiri oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), dan lembaga lainnnya. Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menjelaskan di dalam panja pemerintah dan DPR menyepakati pasal per pasal dan ayat per ayat dari Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).
Baca Juga: Bank Getol Mendorong Penyaluran Kredit ESG Jika DIM yang diajukan pemerintah dan DPR berbeda, kedua belah pihak harus berdiskusi lebih lanjut untuk menyapakati satu poin tersebut. Dalam hal ini, pemerintah akan menjelaskan lebih rinci mengenai teknologi, pemanfaatannya di masa depan, dan hal teknis lainnya. Pada rapat hari ini, tim Panja juga membahas mengenai hidrogen sebagai energi alternatif yang belum dimanfaatkan di Indonesia. Meski rapat pembahasan RUU EBET ini sudah berjalan sejak awal tahun ini, sampai dengan tengah tahun ini pembahasan DIM RUU EBET baru mencapai poin ke 169 dari 574 DIM. “Perhari ini kami sudah bahas 169 itu pun belum selesai semua ada yang dilewat,” jelasnya ketika ditemui di Gedung DPR RI, Rabu (21/6). Dadan menyatakan, beberapa poin yang dilewati memerlukan pembahasan kembali. Dia mencontohkan, poin mengenai kelembagaan nuklir perlu dibahas kembali khususnya terkait lembaga nuklir. “NEPIO ini kan juga belum ada, belum ada organisasi khusus nuklir,” ujar Dadan. Pihak Kementerian ESDM berharap pembahasan RUU EBET bisa segera selesai secepatnya. Dadan mengungkapkan, pihaknya mengusulkan pembahasan bisa kembali dilaksanakan secepatnya. “Supaya selesainya cepat,
pengennya sih (rampung) tahun ini dari pemerintah,” ujarnya. Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Dony Maryadi Oekon mengungkapkan, pembahasan DIM EBET sejauh ini belum mendetail. Baru mencapai poin apa saja yang akan masuk sebagai substansi undang-undang ini. Pihak legislator menilai, RUU EBET harus mencakup seluruh teknologi energi baru terbarukan yang akan berguna di masa ini dan masa mendatang. “Jadi kebijakan ini tidak terlalu sempit, untuk nantinya kita tidak tahu 2 tahun hingga 3 tahun ke depan ada energi baru lain misalnya saja hidrogen juga akan mencakup di UU ini,” ujar Dony ditemui sesuai rapat Panja.
Baca Juga: Bank Pelat Merah Perbesar Portofolio Pembiayaan Berkelanjutan Dony berharap pembahasan RUU EBET bisa diselesaikan pada akhir periode 2024.
Melansir catatan sebelumnya, berdasarkan Rapat Paripurna ke-21 Masa Sidang IV DPR RI tahun sidang 2022-2023 menyetujui perpanjangan waktu pembahasan terhadap tiga Rancangan Undang-Undang (RUU) di mana salah satunya RUU EBET. Khusus untuk RUU EBET yang mengalami perpanjangan waktu pembahasan ini, Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Patijaya di lain kesempatan sempat mengatakan bahwa salah satu penyebab pembahasan RUU EBET ini terhambat pembahasannya adalah karena lamban nya pemerintah menyerahkan daftar inventaris masalah (DIM). “Selama pemerintah belum menyerahkan DIM, maka DPR RI tentu belum dapat membahas tentang RUU EBET tersebut,” ujar Bambang. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .