Perjanjian dagang efektif tingkatkan ekspor, tapi harus agresif



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani memastikan perjanjian dagang efektif mengerek ekspor.

Shinta mencontohkan sejumlah perjanjian dagang yang menguntungkan. Dalam konteks ASEAN, ASEAN Trade In Goods Agreement (ATIGA) Indonesia berhasil mengerek ekspor hingga 300% kennegara ASEAN.

Begitu pula dengan perjanjian perdagangan bebas ASEAN dengan China (ACFTA) yang mendongkrak ekspor Indonesia ke China sebesar 600%. Serta Indonesia - Pakistan Preferential Trade Agreement (IP-PTA) yang menaikkan ekspor hingga 350%.


Baca Juga: Setelah IA-CEPA, ini perjanjian dagang yang dikejar Kemendag

"Perjanjian dagang selalu menciptakan peningkatan kinerja ekspor ke negara partner," ujar Shinta saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (28/7).

Namun, peningkatan kinerja ekspor tidak bisa dirasakan secara instan oleh Indonesia. Hal itu dimanfaatkan secara perlahan sekitar 4 hingga 5 tahun.

Kecepatan pemanfaatan tersebut bergantung pada sosialisasi serta pendampingan. Sehingga pelaku usaha hingga Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dapat mengambil keuntungan dari pembukaan pasar tersebut.

"Selama ini pelaku usaha Indonesia cenderung terlambat menggunakan manfaat perjanjian dagang untuk ekspor karena sosialisasi penggunaan perjanjian dagangnya sangat minim," terang Shinta.

Shinya menegaskan bahwa agresivitas pelaku usaha penting untuk menggenjot ekspor. Pasalnya perjanjian dagang menciptakan liberalisasi bagi kedua negara.

Hal itu memberikan potensi peningkatan ekspor yang sama bagi negara mitra. Shinta yang juga Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menegaskan kondisi perdagangan Indonesia dengan China bisa menjadi contoh.

Baca Juga: Wamendag bertekad intensifkan diplomasi dan kampanye untuk tingkatkan ekspor CPO

Meski Indonesia untung dengan meningkatkan ekspor 600%, pada periode yang sama ekspor China ke Indonesia meningkat hingga 1.100%. Hal perlu menjadi perhatian pemerintah dalam agresivitas.

"Kalau Indonesia kurang agresif dalam mengekspor ke negara tujuan Indonesia akan tetap rugi meskipun kinerja ekspornya sudah naik karena bantuan perjanjian dagang," jelas Shinta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto