JAKARTA. Pertemuan Joko Widodo dengan beberapa duta besar negara sahabat Senin kemarin menuai asumsi negatif maupun positif. Menanggapi hal tersebut, pengamat politik, Yunarto Wijaya menganggap pertemuan tersebut adalah sebuah hal yang lumrah bagi calon presiden (capres). Dia juga bilang, pertemuan tersebut tak mengindikasikan Gubernur DKI Jakarta yang akrab disapa Jokowi ini bakal "manut" kepada Barat, khususnya Amerika Serikat (AS). "Pertemuan dengan dubes asing itu pasti akan dilakukan oleh semua capres. Dan hal seperti ini juga sudah terjadi tahun 1999 hingga 2009. Hal ini mengingat salah satu tugas capres adalah membangun jaringan internasional," ujar Yunarto.Direktur Eksekutif Charta Politika ini mengingatkan adapun upaya menjalin relasi yang baik dengan negara-negara asing sebagai negara sahabat juga sesuai dengan konstitusi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi memelihara ketertiban dunia."Kalau kita teliti, baik partai berbasis islam maupun partai berbasis nasionalis, keduanya tetap akan mengadakan kunjungan dengan perwakilan negara-negara asing dalam konteks pemenuhan cita-cita konstitusi tersebut."Pertemuan dengan duta besar asing terutama dengan negara-negara superpower seperti Amerika Serikat, dinilai Yunarto memang menarik untuk digoreng menjadi isu yang bombastis. "Misalnya, membawa isu neolib, isu boneka asing, yang jelas terbukti sejauh ini isu-isu seperti itu tidak akan mempengaruhi Pemilu dan konstelasi kekuasaan. Karena isu-isu seperti itu terlalu elitis. Tidak ada orang menengah ke bawah, yang memahami dan mengerti istilah neolib, atau boneka asing. Karena istilah itu dalam pandangan saya adalah perpecahan definisi dari para intelektual asing menjadi beberapa poros," ujar Yunarto.Adapun kemarin, Jokowi mengadakan pertemuan dengan beberapa duta besar di kediaman pengusaha Jacob Soetoyo. Namun, Jokowi dikabarkan bertemu dubes AS Robert O. Blake dengan kapasitasnya sebagai kepala daerah.
Perjumpaan Jokowi dengan dubes lumrah bagi capres
JAKARTA. Pertemuan Joko Widodo dengan beberapa duta besar negara sahabat Senin kemarin menuai asumsi negatif maupun positif. Menanggapi hal tersebut, pengamat politik, Yunarto Wijaya menganggap pertemuan tersebut adalah sebuah hal yang lumrah bagi calon presiden (capres). Dia juga bilang, pertemuan tersebut tak mengindikasikan Gubernur DKI Jakarta yang akrab disapa Jokowi ini bakal "manut" kepada Barat, khususnya Amerika Serikat (AS). "Pertemuan dengan dubes asing itu pasti akan dilakukan oleh semua capres. Dan hal seperti ini juga sudah terjadi tahun 1999 hingga 2009. Hal ini mengingat salah satu tugas capres adalah membangun jaringan internasional," ujar Yunarto.Direktur Eksekutif Charta Politika ini mengingatkan adapun upaya menjalin relasi yang baik dengan negara-negara asing sebagai negara sahabat juga sesuai dengan konstitusi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi memelihara ketertiban dunia."Kalau kita teliti, baik partai berbasis islam maupun partai berbasis nasionalis, keduanya tetap akan mengadakan kunjungan dengan perwakilan negara-negara asing dalam konteks pemenuhan cita-cita konstitusi tersebut."Pertemuan dengan duta besar asing terutama dengan negara-negara superpower seperti Amerika Serikat, dinilai Yunarto memang menarik untuk digoreng menjadi isu yang bombastis. "Misalnya, membawa isu neolib, isu boneka asing, yang jelas terbukti sejauh ini isu-isu seperti itu tidak akan mempengaruhi Pemilu dan konstelasi kekuasaan. Karena isu-isu seperti itu terlalu elitis. Tidak ada orang menengah ke bawah, yang memahami dan mengerti istilah neolib, atau boneka asing. Karena istilah itu dalam pandangan saya adalah perpecahan definisi dari para intelektual asing menjadi beberapa poros," ujar Yunarto.Adapun kemarin, Jokowi mengadakan pertemuan dengan beberapa duta besar di kediaman pengusaha Jacob Soetoyo. Namun, Jokowi dikabarkan bertemu dubes AS Robert O. Blake dengan kapasitasnya sebagai kepala daerah.