Perkantoran di Bali menyasar industri startup



JAKARTA. Prospek bisnis perkantoran Bali diperkirakan akan semakin menarik. Para pengembang siap menyambut kebutuhan perkantoran yang diincar industri strartup dan kreatif di Pulau Dewata ini. 

PT Agung Panorama Propertindo, salah satunya, mulai berani masuk ke kota Pariwisata tersebut untuk menggarap proyek perkantoran bertajuk Crea-The Nusa Dua Resort Office dengan total kapitalisasi Rp 300 miliar.

Proyek perkantoran berkonsep creatif industry and resort tersebut akan dibangun di lahan 1 hektare (ha) di Nusa Dua. Proyek ini akan didesain empat lantai dengan luas bangunan mencapai 20.000 meter persegi (m2).


Agung Panorama Propertindo melihat prospek Bali sudah semakin menjanjikan untuk proyek perkantoran karena banyak dilirik oleh perusahaan startup maupun industri kreatif.

Oleh karena itu, Crea The Nusa Dua Resort Office tersebut akan menyasar perusahaan startup baik lokal maupun asing serta industri kreatif dengan harga sewa Rp 27 juta meter persegi (m2). Untuk promo awal, sekitar Rp 23,5 juta per m2.

Joseph Effendy, Direktur Utama Proyek Crea mengatakan, dua lantai paling bawah Crea akan disewakan sebagai sarana komersial yang akan disewakan seharga Rp 35 juta per m2 per bulan dan perkantoran hanya disediakan di dua lantai paling atas. "Kantor ini dirancang hanya 60 unit dan nantinya dikonsep buka 24 jam," kata Joseph, Kamis (15/6).

Kantor tersebut akan dibangun mulai kuartal III mendatang dan diharapkan akan selesai dibangun pada tahun 2018.

Tony Eddy, Konsultan Properti Keller William melihat, potensi perkantoran di Bali akan semakin menjanjikan ke depan. Pasalnya, kota Pariwisata tersebut menjadi salah satu yang dilirik oleh para pengusahaa startup asing karena menawarkan ketenangan serta memiliki fasilitas infrastruktur yang bagus.

Dia menjelaskan, sejak tiga tahun terakhir, perusahaan rintisan dari Amerika mulai keluar dari negara dan memilih berkantor di negara yang memiliki biaya hidup lebih murah tetapi tetap memiliki fasilitas teknologi dan infrastruktur yang bagus.

Pelaku usaha rintisan dari Amerika mulai melirik negara Asia Tenggara untuk ditinggali. "Bali menjadi salah satu pilihan mereka karena menyediakan ketenangan serta memiliki infratruktur internet yang cukup bagus." kata Tony.

Tony menjelaskan tren perpindahan pelaku bisnis startup Amerika mulai angkat kaki dari pusat Industri bidang Teknologi Silikon Valley sudah diangkat oleh CNBC baru-baru ini. Kemudian Price Waterhouse Cooper (PWC) dan CB Insight telah merilis survei bahwa jumlah pebisnis rintisan Amerika yang berkantor di luar negaranya hanya 30% pada tahun 2023. Tetapi pada tahun 2016, jumlahnya sudah mencapai 58%.

"Ini penyebabnya karena harga sewa kantor di Amerika mahal sekali padahal kalau hanya baru merintis dan melalukan penelitiaan bagi perusahaan teknologi merka hanya main komputer saja di kantornya." jelas Tony.

Para pengusaha rintisan di Amerika Serikat banyak tertarik untuk berkantor di Singapura. Namun menurut Tony, prospek Bali akan jauh menarik dari Singapura karena biaya hidup disana lebih murah dan kondisi sosial dan politik di kota tersebut juga stabil sehingga memberikan kenyamanan bagi pelaku usaha.

Keller Williams membandingkan biaya operasional perkantoran di Bali memang lebih murah dibandingkan dengan Singapura dan Silicon Valley. Dengan budjed US$ 500.000, pelaku start up hanya bisa bertahan hidup enam bulan dan di Singapura bisa bertahan sembilan bulan.

"Sementara di Bali, pelaku bisnis rintisan tersebut bisa bertahan hidup selama dua tahun dengan budget yang sama, plus bisa liburan sepuasnya. Infastruktur di Bali juga sangat bagus, " jelasa Tony.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia