KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kini memiliki kewenangan untuk mendapatkan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dari lembaga jasa keuangan (LJK) termasuk di dalamnya perbankan. Hal ini tertuang dalam Pasal 19 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19 Tahun 2018, yang menggantikan batasan sebelumnya dalam PMK 70/2017 sebesar Rp 200 juta. Dalam PMK tersebut dijelaskan bahwa, pemilik rekening bank yang bisa dilihat isinya oleh otoritas pajak dilarang bersekongkol untuk menutup akses tersebut. Adapun pihak-pihak yang melakukan persekongkolan untuk menghalang-halangi Direktorat Jenderal Pajak mendapatkan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan tersebut, akan kehilangan layanan pembukaan rekening baru hingga transaksi di perbankan.
Baca Juga: Kredit Menganggur Menumpuk Meski Kredit Perbankan Tumbuh Tinggi Adapun nominal pemilik rekening yang bisa dilihat isinya oleh Ditjen Pajak ialah sebesar Rp 1 miliar. Simpanan di atas Rp 1 miliar memang tercatat terus meningkat. Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) nominal simpanan nasabah dengan tiering simpanan Rp 1 miliar - Rp 2 miliar pada Juni 2024 mencapai Rp 528,93 triliun atau meningkat 5,35% secara tahunan atau
year on year (yoy) dari periode sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 502,08 triliun. Adapun secara bulanan tumbuh sebesar 0,93% dari Mei 2024 yang sebesar Rp 524,08 triliun. Sementara total rekening simpanan dengan tiering Rp 1 miliar - Rp 2 miliar per Juni 2024 mencapai 372.182 rekening, meningkat dari Juni 2024 dengan total 354.415 rekening. Terkait hal ini, Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) Lani Darmawan mengatakan, pihaknya akan mengikuti adanya aturan tersebut. "Pada saat ini pemeriksaan terhadap data oleh pajak memang sehubungan dengan adanya pemeriksaan atas dugaan tindak kriminal sehingga untuk
law enforcement, bank siap bekerjasama," kata Lani kepada kontan.co.id, Senin (12/8). Sementara Direktur Distribution and Institutional Funding BTN, Jasmin mengaku belum bisa berkomentar terkait aturan tersebut, dan di internal BTN juga disebut Jasmin memang belum ada kajiannya. Adapun Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menilai, untuk melihat besaran dampaknya terkait aturan tersebut kepada perbankan, perlu dilihat seberapa intensnya peraturan tersebut diterapkan. "Di sisi lain ada aturan terkait perlindungan data konsumen yang bertujuan untuk melindungi data konsumen dan membuat konsumen percaya atas datanya di bank. Bila penerapan aturan perpajakan ini membuat kekhawatiran bagi nasabah bank atas penempatan dananya di bank maka dapat kurang menguntungkan bagi bisnis bank," ucap Trioksa. Menurut Trioksa, total simpanan bank masih meningkat namun tidak sebesar peningkatan kredit yang berdampak pada naiknya
Loan to Deposit Ratio (LDR), dan dapat membuat likuiditas mengetat.
Baca Juga: Rekening Wajib Pajak Diawasi Ketat Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira juga memproyeksikan, simpanan masyarakat di atas Rp 1 miliar sampai akhir tahun masih tumbuh di atas rata rata simpanan. "Faktornya ketidakpastian ekonomi global menimbulkan sikap lebih-hati hati bagi para deposan, kemudian banyak yang menunggu program pemerintahan baru sehingga lebih
wait and see untuk belanja dan investasi," ujar Bhima.
Walau demikian, kata Bhima perlu diwaspadai agresivitas pemerintah dalam melakukan
frontloading utang akhir tahun untuk biayai APBN akan memicu penerbitan SBN dengan bunga menarik sehingga deposan bisa saja beralih ke instrumen SBN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi