Perkuat Modal, Jurus Bank Tangkal Krisis



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jika tidak ada aral melintang, di tahun 2022 ini DPR RI akan segera menyelesaikan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) atau omnibus law sektor keuangan. 

Nantinya, RUU PPSK ini akan mengocok ulang tugas dan wewenang regulator lembaga keuangan, mulai dari Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK).

Tak hanya regulator, calon beleid itu juga akan menata kembali industri jasa keuangan, baik dari segi bisnis maupun struktural. Industri jasa keuangan itu meliputi perbankan, perusahaan asuransi hingga pembiayaan.


Sektor perbankan, misalnya, akan mengemban beberapa tugas baru jika omnibus law sektor keuangan telah disahkan. Pertama, usulan terkait kepemilikan pemegang saham pengendali (PSP) minimal 30% saham dari sebelumnya 25%. PSP ini terdiri dari badan hukum, orang perseorangan dan kelompok usaha. 

Kedua, omnibus law akan mengamanatkan bank menyesuaikan suku bunga kredit dengan bunga BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) paling lama tujuh hari sejak penetapan suku bunga oleh bank sentral. 

Ketiga, bank perlu mempermudah akses pembiayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) lewat pemberian kepastian hukum dalam penanganan piutang macet.

Diatur juga wewenang bank BUMN  melakukan hapus buku dan hapus tagih untuk mendukung kelancaran askes pembiayaan kepada UMKM, tanpa harus mendapatkan persetujuan dari dewan rakyat. 

Dari ketiga mandat tersebut, soal kepemilikan saham bank dan pembiayaan UMKM sudah kerap diatur oleh regulator dan otoritas pengawas perbankan. Namun, kebijakan penerapan suku bunga kredit setelah 7 hari penerapan BI7DRR merupakan hal baru yang sekarang  tengah menjadi sorotan. 

Bukan tanpa alasan, DPR menilai bankir lamban dalam menyesuaikan tingkat bunga kredit setelah ada penurunan bunga acuan.

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Jahja Setiaatmadja mengatakan, setiap bank punya struktur pendanaan yang berbeda-beda, sehingga penerapan suku bunga kredit akan berbeda pula. Misalnya, ada bank yang sangat tergantung dengan dana mahal, seperti deposito dengan bunga jumbo, sehingga berimbas pada penerapan bunga kredit. 

 Di BCA, sumber dana terbesar masih dari dana atau current account and saving account (CASA), sehingga penerapan bunga kredit bisa lebih rendah dari industri perbankan secara umum. Per Mei 2022, tingkat suku bunga dasar kredit (SBDK) di BCA mulai 5,96% untuk non-KPR hingga tertinggi 8,20% untuk kredit ritel. 

Terlepas dari pro kontra yang ada, omnibus law sektor keuangan ini sejatinya akan menjadi payung hukum bagi industri perbankan maupun lembaga keuangan lain. Kehadirannya juga diharapkan dapat membantu memperkuat industri  keuangan menghadapi gejolak ekonomi global yang sedang dalam bayang-bayang resesi. 

Soalnya, bukan tak mungkin, ekonomi nasional juga bakal terserat pusaran resesi global, sehingga perlu strategi dalam menghadapi ancaman itu. 

Tanda-tanda ke arah sana juga mulai terlihat. Indikasinya adalah tren kenaikan inflasi dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). 

Presiden RI Joko Widodo juga mengingatkan, sangat penting menjaga stabilitas sistem keuangan di tanah air dalam menghadapi situasi yang serba tak pasti itu. Baik  perbankan sebagai pengendali utama sistem keuangan, perusahaan asuransi dan pembiayaan harus diperkuat sehingga tahan menghadapi guncangan resesi. 

Lalu, bagaimana kondisi perbankan di tanah air saat ini?

Masih Stabil

Secara umum, kondisi perbankan nasional saat ini masih dalam kondisi sehat. Hal itu tercermin dari rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) sebesar 24,67% per Mei 2022 dan rasio alat likuid per dana pihak ketiga (DPK) 29,99%. Hanya saja, perbankan harus waspada pada rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) yang masih bertengger di level 3,04%.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, setiap bank punya kewajiban pemenuhan modal sesuai dengan profil risiko. Tentu saja, BI selaku regulator dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku pengawas perbankan akan terus memantau kondisi kesehatan perbankan sesuai kondisi dan rencana bisnis mereka.

Di bawah nahkoda baru pengawasan perbankan, Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan, pihaknya akan meningkatkan kinerja perbankan dalam mendorong pemulihan dan pertumbuhan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Salah satunya melalui penguatan sistem pengawasan perbankan yang responsif.

Tak dapat dipungkiri, lembaga keuangan tengah menghadapi tantangan ekonomi global maupun domestik. Untuk itu, perhatian terhadap individual bank menjadi prioritas OJK. Salah satunya melalui penerapan early warning system dengan parameter yang lebih sensitif, sehingga dapat menghindari keterlambatan penanganan bank bermasalah.

Tentu saja, modal dan likuiditas menjadi parameter utama saat kondisi ekonomi sedang tidak stabil. Berdasarkan aturan OJK, rasio minimal modal sebesar 10,5%, yang terdiri dari modal inti minimum sebesar 6% dan modal inti utama minimum sebesar 4,5%.

Sejauh ini, kelompok bank besar sudah memiliki kecukupan modal, dan kelompok bank kecil terus memperkuat modal sejak dua tahun lalu melalui pencarian investor baru. Sehingga, rasio CAR bank mini menjadi jumbo, rata-rata  di atas 20%, bahkan ada yang mencapai 100%.

Namun, masih ada beberapa bank kecil yang memiliki modal di level 15%, kendati masih di atas batas threshold, yakni 10,5%. Di antaranya PT Prima Master Bank dengan rasio modal 15,34%, dan total modal Rp 292,02 miliar per Maret 2022.

Kemudian PT Bank Mayapada Internasional Tbk dengan rasio CAR 14,19%, dan total modal Rp 13,90 triliun. PT Bank Maspion Indonesia Tbk juga mencatat rasio CAR 14,29%, dan total modal senilai Rp 1,37 triliun.

Bank milik konglomerat Alim Markus ini tidak ingin tinggal diam. Dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Bank Maspion akan meningkatkan modal dengan menggandeng investor baru,  Kasikorn Vision Finansial (KVF). Ini adalah unit usaha dari Kasikornbank asal Thailand, yang rencananya akan masuk menjadi pemegang pengendali saham.

Bank berkode saham BMAS ini akan melakukan rights issue dengan menerbitkan saham baru dari portepel dengan jumlah 4,17 miliar saham dan nilai nominal Rp 100 per saham. Lewat aksi korporasi ini telah disetujui peningkatan modal dari semula Rp 1,2 triliun menjadi Rp 3,4 triliun.

Masih Aman

Jika dipatok secara keseluruhan, Jahja bilang, secara industri rasio modal dan likuiditas bank sangat baik. Selain itu, rasio NPL dan rasio loan at risk (LAR) juga masih terkendali. Khusus BCA, saat  ini masih memiliki modal,  likuiditas, serta rasio kredit bermasalah, jauh dari rata-rata industri.

Bank yang terafiliasi oleh Grup Djarum ini mencatat rasio modal sebesar 23,86% per Maret 2022, dengan rasio NPL gross 2,30% dan NPL net 0,79%. Adapun kondisi likuiditas masih ekses yang tercermin dari rasio LDR sebesar 60,54%.

Direktur BCA, Vera Eve Lim menambahkan, di tengah ketidakpastian ekonomi, BCA terus mendorong pengembangan layanan berbasis hybrid, baik online maupun offline, untuk dapat mempertahankan posisi di pasar dan terus tumbuh.

BCA juga membuat beberapa pengembangan infrastruktur maupun solusi digital di platform terintegrasi untuk seluruh segmen pelanggan. Di samping pengembangan layanan digital, BCA juga berupaya untuk tetap menjaga kehadiran cabang, dengan melakukan modernisasi melalui penambahan sarana digital dalam pemberian layanan agar menjadi semakin efektif.

Upaya itu dilakukan BCA untuk mendapatkan likuiditas dari dana murah, seperti tabungan. BCA merupakan bank besar dengan mayoritas dana terbesar dari simpanan tabungan.

Senada, Direktur Utama PT Bank CIMB Niaga Tbk, Lani Darmawan mengatakan, pihaknya mempunyai likuiditas dan modal yang cukup kuat. Per Maret 2022, rasio modal di CIMB Niaga 23,12% dengan posisi LDR sebesar 74,19%.

"Bank juga mempersiapkan stress scenario untuk memastikan ketahanan seperti yang juga dipersyaratkan oleh regulator," terang Lani.

Direktur Utama PT Bank Ina Perdana Tbk, Daniel Budirahayu menuturkan, ketahanan perbankan nasional masih aman, yang terlihat dari rasio permodalan masih di atas 20%. Kondisi likuiditas di Bank Ina sendiri masih berlimpah, dengan rasio LDR sebesar 43% dan rasio CAR di atas 40%.

Untuk menjaga likuiditas, di kuartal empat tahun 2022, Bank Ina Perdana akan melakukan Penawaran Umum Terbatas (PUT) keempat, dengan penyerapan dana diharapkan sekitar Rp 1 triliun. Sehingga, dari segi likuiditas maupun modal masih aman dalam menghadapi resesi yang sudah di depan mata.

Daniel masih optimistis, tantangan ekonomi dunia tidak sampai mengganggu kondisi kesehatan perbankan. Walaupun perbankan akan menghadapi kondisi perlambatan permintaan kredit karena terjadi pelemahan daya beli.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Nina Dwiantika