KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Guna menambah modal untuk ekspansi, sejumlah bank berencana untuk menerbitkan saham baru atau
rights issue melalui skema Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD). Salah satunya antara lain PT Bank Mayapada Indonesia Tbk yang bakal melangsungkan
rights issue pada akhir kuartal III tahun ini. Direktur Kepatuhan Bank Mayapada Rudi Mulyono menjelaskan aksi korporasi tersebut bertujuan untuk penguatan struktur permodalan dalam rangka ekspansi usaha melalui penyaluran kredit alias fungsi intermediasi bank. Adapun, berdasarkan rencana bisnis bank (RBB) yang telah disampaikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhir tahun 2018. Bank Mayapada berniat menambah modal melalui mekanisme
rights issue sebesar Rp 2 triliun. Selain
rights issue, bank bersandi bursa
MAYA ini juga berencana menerbitkan obligasi subordinasi (subdebt) senilai Rp 1 triliun.
"Jika realisasinya sesuai dengan target, maka CAR (capital adequacy ratio) setelah itu tidak kurang dari 20%," ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (28/5). Rasio permodalan perseroan tersebut akan meningkat dari posisi saat ini sebesar 15%. Bank Mayapada memang harus memperkuat permodalan agar bisa menjalankan ekspansi bisnis. Apalagi, CAR juga kian tergerus dalam rangka penerapan PSAK 71 awal tahun depan. Sebelumnya, Rudi juga menjelaskan bahwa sejak tahun 2018 pihaknya sudah mempersiapkan pencadangan sebesar Rp 750 miliar. Selain Bank Mayapada, PT Bank MNC Internasional Tbk (Bank MNC) pun juga berniat melakukan aksi serupa. Presiden Direktur Bank MNC Mahdan menyebut pihaknya mengincar dana sebesar Rp 200 miliar lewat
rights issue. Nantinya, dana tersebut akan dipakai untuk memenuhi kebutuhan ekspansi kredit perseroan. "Tahun ini kami ingin target kredit 12% secara total. Sementara laba tidak terlalu besar hanya Rp 36 miliar di 2019," terangnya saat ditemui di Jakarta, Selasa (28/5). Lebih lanjut, Ia menjelaskan nantinya
rights issue tersebut akan menggunakan laporan keuangan kuartal II 2019 atau bulan Juni 2019 yang telah diaudit. Artinya,
rights issue baru dapat dilangsungkan pada kuartal IV 2019 mendatang. "Kami perlu audit laporan keuangan Juni. Dari situ kami akan ajukan ke OJK dan bursa efek Indonesia (BEI)," tuturnya. Menurut keterangan Mahdan, saat ini pihaknya masih melakukan pengkajian terkait siapa yang bakal menjadi pembeli siaga (standby buyer). Selain untuk memenuhi kebutuhan ekspansi kredit, dana hasil
rights issue juga bakal dipakai untuk investasi teknologi informasi (TI) perseroan. Sementara dari sisi likuiditas, bank milik taipan ini mengaku masih kelebihan likuiditas. Hal ini tercermin dari rasio
loan to funding ratio (LFR) yang masih di level 85%. Jauh di bawah batas atas regulator sebesar 92%-94%.
Selain kedua bank tersebut, ada pula bank lain yang berniat melakukan
rights issue. Salah satunya PT Bank Harda International Tbk (
BBHI) untuk memperkuat permodalan. Pasalnya, tahun lalu bank ini hanya berhasil merealisasikan rights issue Rp 33 miliar dari target Rp 100 miliar. Bank Harda akan terus mencari pendanaan untuk memperbesar ruang mereka melakukan pengembangan bisnis. Namun, merujuk pemberitaan Kontan.co.id (3/3) lalu perusahaan belum bisa memastikan apakah penguatan modal tersebut akan dilakukan lewat
rights issue. "Untuk
rights issue kami belum dapat update dari pemegang saham pengendali (PSP)," kata Yohanes Simon, Direktur Bank Harda. Yohanes menambahkan, saat ini pemegang saham pengendali Bank Harda sebetulnya sedang melakukan penjajakan dengan beberapa investor strategis untuk masuk melakukan penguatan modal. Posisi CAR BBHI saat ini berada di kisaran 17%. Sampai berita ini naik, pihak manajemen belum menjelaskan secara terperinci jumlah dana yang diincar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi