Perlambatan Laju Suku Bunga Fed Dapat Topang Kenaikan Saham Bank Digital



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja buruk masih membayangi saham bank digital yang sejak awal tahun kompak mengalami penurunan.

Sebut saja, PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) yang sejak awal tahun harga sahamnya sudah terkoreksi 18,60% year to date (YtD) menjadi Rp 525. Lebih lanjut, ada juga saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) yang sudah turun 17,20% YtD menjadi Rp 3.080.

Sementara itu, satu-satunya saham bank digital yang mengalami kenaikan sejak awal tahun adalah PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI). Saham tersebut sudah naik 13,31% YtD menjadi Rp 2.000.


Meskipun demikian, dalam sepekan terakhir, beberapa saham bank digital mengalami kenaikan. Di antaranya adalah BBHI yang naik sampai 86,05% dan ARTO naik 19,84%.

Research & Consulting Manager Infovesta Utama Nicodimus Anggi mengungkapkan bahwa penguatan saham-saham bank digital beberapa waktu belakangan didukung oleh ekspetasi pasar terkait suku bunga The Fed.

Baca Juga: OJK Sebut Transaksi Keuangan Digital akan Terus Meningkat, Hal Ini Jadi Pendorongnya

Mengingat, pasar meyakini bahwa The Fed akan menghentikan laju kenaikan suku bunga acuannya pada Juni ini setelah menaikkan 500 bps sejak Maret 2022.

“Adanya estimasi suku bunga tidak akan naik lagi maka bank digital akan terhindar dari lebih besarnya pembayaran beban bunga yang semakin tinggi,” ujar Nico.

Tak hanya itu, Nico juga melihat penguatan saham-saham bank digital karena terangkat dampak psikologis dari penguatan saham-saham teknologi di global khususnya Amerika.

Nico menilai penguatan yang terjadi saat ini diprediksi hanya akan terjadi dalam jangka pendek saja. Selanjutnya, siklusnya akan kembali sideways lagi.

“Sambil mencermati bagaimana fundamental masing-masing bank dan prospek ke depan selanjutnya,” ujarnya.

Sementara itu, Head of Research Jasa Utama Capital Sekuritas Cheril Tanuwijaya bilang sinyal penurunan suku bunga Bank Indonesia saat ini sedikit mendorong kenaikan harga saham-saham bank digital.

Ia melihat penurunan suku bunga ini akan lebih menguntungkan bank digital karena selama ini mereka memberikan bunga jauh lebih tinggi dari bank konvensional.

“Sehingga sentimen ini berpeluang meningkatkan profitabilitas bank digital di masa datang,” ujarnya.

Hanya saja, Cheril menilai masih ada saja sentimen-sentimen negatif yang menyelimuti bank digital. Salah satunya sudah banyaknya bank konvensional yang serius menggarap layanan digital sehingga membuat persaingan menjadi ketat.

Sementara itu, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji menyebutkan bahwa bank digital masih dibayangi oleh likuiditas minim. Di mana, hal tersebut diperlukan untuk melakukan ekspansi kredit.

Tak hanya itu, ia juga menilai dari sisi NPL, bank digital dinilai lebih tinggi dibandingkan yang dimiliki oleh-oleh bank konvensional. 

“Valuasi juga lebih tinggi dari bank-bank KBMI 4 dan pergerakan sahamnya tidak konsisten,” ujar Nafan.

Dari beberapa emiten bank digital yang ada, analis kompak merekomendasikan saham PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) yang dinilai layak dikoleksi untuk saat ini. Terutama, melihat dari sisi fundamental.

Baca Juga: Perbankan Jadi Kreditur Bagi BUMN Karya, Begini Efeknya ke Pergerakan Sahamnya

Nico bilang BBHI ini memiliki fundamental yang solid yang tercermin dari DER di bawah 100%, current ratio di atas 200% dan operating profit margin serta net profit margin di atas 25%.

Oleh karenanya, ia merekomendasikan beli untuk BBHI dengan target harga Rp 2.300. Serta, ia juga mengingatkan untuk memperhatikan level support di Rp 1.775.

“Kalau ingin pilih saham digital lihat juga tren secara teknikal agar tidak salah timing untuk masuk,” ujar Nico.

Sementara Cheril bilang BBHI paling menarik dikarenakan kinerja kuartal I-2023 mencatat laba tahunan paling besar di antara bank digital lainnya.

Mengingat, mencatatkan laba bersih sepanjang tiga bulan pertama 2023 tumbuh 21% secara tahunan mencapai Rp 90,49 miliar dari posisi sebelumnya Rp 75 miliar.

“Bank digital lain bahkan masih banyak yang merugi,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi