Perlu dorong ekspor lagi untuk imbangi utang



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belum optimalnya pembiayaan domestik mendorong ketergantungan Indonesia terhadap utang luar negeri (ULN). Ditambah lagi dengan adanya tren kenaikan bunga acuan negara-negara maju mulai tahun ini, yang berpotensi memberatkan beban ULN.

Hal tersebut akan berdampak pada rasio utang terhadap pendapatan atau debt to service ratio (DSR). Sebab, ekspor Indonesia yang masih sangat tergantung pada komoditas. Jika DSR semakin besar, maka beban utang yang ditanggung semakin besar.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo memperkirakan, kondisi moneter dunia cukup ketat di tahun ini karena didorong oleh pengetatan negara-negara maju.


Salah satunya Amerika Serikat (AS) yang diperkirakan akan menaikkan bunga acuannya sebanyak tiga kali lagi di tahun ini dan dua kali lagi di 2019 nanti.

Jumlah utang Indonesia pun kian meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data BI, total ULN Indonesia per Oktober 2017 mencapai US$ 341,52 miliar. Jumlah itu jauh lebih tinggi dibanding posisi akhir 2016 yang sebesar US$ 319,82 miliar.

Data juga menunjukkan, DSR Indonesia sejak terus meningkat. DSR tier-1 (pembayaran pokok dan bunga atas utang jangka panjang dan pembayaran bunga atas utang jangka pendek) yang digunakan di tingkat internasional pada tahun 2015 30,57% dan 2016 35,35%. Baru di kuartal ketiga 2017 turun menjadi 28,3%.

Sementara itu, DSR tier-2 (pembayaran pokok dan bunga atas utang dalam rangka investasi langsung selain dari anak perusahaan di luar negeri, serta pinjaman dan utang dagang kepada non-afiliasi) di tahun 2015 tercatat sebesar 62,95%, 2016 turun ke 61,56%, dan kuartal ketiga 2017 53,53%.

Namun, ekspor tahun ini tampaknya tak akan setinggi tahun 2017. Sebab Agus memproyeksi, harga komoditas andalan ekspor Indonesia di 2018 hanya akan tumbuh 0,5%, setelah tumbuh 22% di tahun lalu.

"DSR terus menunjukkan kondisi yang naik. Kalau utangnya bisa dilakukan dengan baik dan ekspor bisa lebih baik, maka DSR akan lebih baik," kata Agus belum lama ini.

Deputi Gubernur BI Mirza Adityaswara mengatakan, pembiayaan yang dipenuhi oleh domestik baru mencapai 50% dari produk domestik bruto (PDB), yang terdiri dari 35% dari perbankan serta dana pemerintah, reksadana, dan dana asuransi sebesar 15%. Makanya, untuk pembiayaan pembangunan Indonesia membutuhkan ULN.

"Tetapi dana dari luar negeri waktu bayarnya perlu valas. Maka BI harus suarakan pentingnya kita dorong ekspor, baik barang maupun jasa," kata Mirza.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto