KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menaikkan lagi suku bunga acuan 7-day reverse repo rate (BI7DRRR) untuk kedua kalinya pada Mei 2018 sebesar 25 bps menjadi 4,75%. Era moneter ketat menjadi strategi stabilisasi pasar keuangan. Dengan strategi moneter ketat itu, pemerintah perlu mencari cara agar ekonomi tetap tumbuh optimal. Walaupun diyakini, efek kenaikan suku bunga ke pertumbuhan ekonomi tak langsung terasa. Ekonom Maybank Juniman mengatakan, pekerjaan rumah pemerintah dan BI yang pertama adalah membenahi defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD). Sejak tahun 2012 transaksi berjalan selalu defisit, terakhir pada kuartal I-2018 defisit US$ 5,5 miliar, lebih dari dua kali lipat dibanding periode sama 2017 hanya US$ 2,16 miliar.
Namun, perbaikan ini butuh waktu lama dan tidak bisa diselesaikan oleh BI sendiri. "Pemerintah yang bisa menurunkan defisitnya melalui meningkatkan ekspor atau menekan impor. Tapi kalau menekan impor, ekonomi melambat, yang paling rasional ya meningatkan ekspor," jelas Juniman, Rabu (30/5). Upaya menurunkan defisit transaksi berjalan perlu dilakukan, walau CAD masih dalam koridor aman di bawah 3% terhadap PDB. Selain menurunkan CAD, pemerintah bisa fokus ke PR selanjutnya yakni stabilisasi di sisi fiskal. "Defisit anggaran harus dijaga, lalu pastikan semua proyek jalan sehingga ekonomi tumbuh. Kalau pemerintah bisa disiplin dengan dana desa, PKH (program keluarga harapan) dan lain-lain itu bisa baik, itu tentu akan berikan dampak positif untuk minimalisir suku bunga BI yang sudah naik," jelas Juniman. Tantangan pemerintah selanjutnya adalah menjaga stabilitas harga-harga agar daya beli masyarakat tidak tergerus. Ini akan menjaga persepsi positif perekonomian nasional di mata investor asing.