Perlu komitmen bulog untuk menyerap kedelai lokal



Keluarnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) untuk membuat harga kedelai lebih stabil menjadi angin segar bagi petani lokal dan pengrajin tahu tempe dalam negeri. Namun hasilnya masih harus ditunggu karena tergantung pula komitmen Bulog dan perusahaan importir untuk menyerap produksi kedelai lokal.Ada beberapa hal yang masih akan menjadi ganjalan dalam pemberlakukan harga kedelaiacuan pemerintah. Pertama berkaitan dengan peran Perum Bulog sebagai perusahaan yang ditunjuk untuk mengamankan harga dan penyaluran kedelai. Persoalnnya, Bulog tidak akan mendapat bantuan pendanaan atau subsidi dari pemerintah. Padahal, agar efektif, Bulog tentu membutuhkan anggaran besar.Menteri Perdagangan Gita Wirjawan sendiri mengatakan, operasi Bulog harus bersifat business to business. Artinya, Bulog harus tetap mendapat untung. Itulah sebabnya Bulog akan melakukan subsidi silang antara harga beli kedelai impor dengan harga beli kepada petani lokal (HBP) sesuai dengan yang diinstruksikan oleh pemerintah yakni dikisaran Rp 7.000 per kilogram (kg). Pelaksanaan dan hitung-hitungan skema subsidi silang ini sendiri masih belum jelas.Demikian pula jika harga kedelai di pasar global meningat atau sebaliknya turun. Apakah harga acuan itu akan diubah-ubah sesuai dengan fluktuasi harga kedelai di pasar global. Menurut Benny Kusbini, Dewan Kedelai Nasional, sebenarnya Permendag itu sendiri, terutama yang terkait dengan harga acuan masih belum sepenuhnya jelas. Soalnya, acuan itu berlaku untuk harga kedelai di mana. Soalnya, kata Benny, harga kedelai di Aceh dan Ciamis berbeda. Ongkos produksi dan transportasi antara masing-masing petani kedelai juga berbeda. "Jadi, harga itu untuk petani mana?", kata Benny. Menurut Benny, pemerintah sebaiknya tidak hanya mengatur harga acuan dan seolah-olah dengan adanya harga acuan itu urusan kedelai beres. Soalnya, banyak hal yang juga membutuhkan peran pemerintah. Misalnya bagaimana cara menaikkan produktivitas petani supaya tiap hektare bisa menghasilkan 1,8 ton setiap kali panen.Saat ini pada umumnya produktivitas petani kedelai masih jauh lebih rendah. Bahkan ada yang produksi per hektarnya kurang dari 1 ton. Untuk itu, bisa jadi Pemerintah tidak cukup mengupayakan bibit unggul tetapi juga permodalannya, termasuk untuk mengadakan mesin pengering supaya kadar airnya memenuhi syarat. Lalu, petani juga perlu diberikan pembelajaran terkait kualitas. Selama ini petani hanya menanam kedelai sebagai tanaman selingan setelah tanaman padi.Tak kalah penting, pemerintah juga harus membangun infrastruktur untuk mempermudah distribusi kedelai. "Kalau semua itu dilakukan biaya produksi petani kedelai bisa ditekan," kata Benny. Yang pasti, tampaknya upaya masih banyak permasalahan dalam upaya menyelesaikan masalah kedelai yang hingga kini masih menjadi makanan utama masyarakat.Kesulitan pelaksanaan yang dialami Bulog ini tampaknya juga akan muncul karena Bulog hanyalah salah satu importir. Ada importir-importir kedelai lain yang selama ini malang melintang di bisnis ini. Dengan demikian, tidak mustahil Permendag tentang tataniaga kedelai ini hanya akan menjadi macan ompong sehingga permasalahan kedelai akan tetap dan petani kedelai tetap enggan bertanam karena kurang menguntungkan. (bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Fitri Arifenie