KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah pada 6 Maret 2023 menetapkan insentif Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) berupa bantuan pembelian KBLBB sebesar Rp7 juta per unit untuk 200.000 unit sepeda motor listrik baru dan Rp 7 juta per unit untuk konversi menjadi motor listrik untuk 50.000 unit sepeda motor BBM. Sementara, insentif untuk mobil listrik belum ditentukan besaran pastinya namun pemerintah merencanakan untuk memberikan bantuan kepada pembelian 35.900 unit mobil listrik dan 138 bus listrik. Pemerintah pun telah menyiapkan mekanisme pemberian insentif yang hanya ditujukan bagi produsen yang telah mendaftarkan jenis kendaraan listrik yang memenuhi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 40%. Insentif ini direncanakan akan mulai berlaku pada 20 Maret 2023 hingga 30 Desember 2023.
Baca Juga: Kebijakan Subsidi Akan Membuat Persaingan Motor Listrik Makin Sengit Institute for Essential Services Reform (IESR) menyambut baik pemberian insentif ini untuk mendorong adopsi kendaraan listrik dan menumbuhkan industri kendaraan listrik dalam negeri sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih berkelanjutan, dan mengurangi laju permintaan BBM. Namun untuk mendorong adopsi kendaraan listrik yang lebih agresif dan menjamin efektivitas insentif diperlukan sejumlah reformasi kebijakan, di antaranya pengurangan subsidi BBM dan kebijakan untuk menghentikan secara bertahap (
phase-out) kendaraan BBM, mulai dari kendaraan penumpang (
passenger car) sebelum 2045, dan motor konvensional. IESR memandang, meskipun reformasi kebijakan tersebut bukan kebijakan populis, tapi perlu diambil oleh pemerintah dengan pertimbangan yang dalam Penggunaan kendaraan listrik juga merupakan strategi untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca yang tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC), dengan target adopsi kendaraan listrik roda dua dan roda tiga mencapai 13 juta unit dan kendaraan listrik roda empat sebanyak 2 juta unit pada 2030. Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR menyampaikan, pemberian insentif ini merupakan langkah awal yang baik untuk meningkatkan permintaan kendaraan listrik. “Dengan adanya persyaratan TKDN 40%, dapat mendorong investasi di sisi manufaktur dan rantai pasok komponen kendaraan listrik. Diharapkan dengan ini dapat tercapai skala keekonomian produksi kendaraan listrik dan mendorong kompetisi yang bisa berdampak pada penurunan harga kendaraan listrik sehingga mendongkrak adopsi kendaraan listrik lebih banyak lagi,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (8/3). Fabby menambahkan adanya insentif konversi ke motor listrik diharapkan dapat membangun kapasitas teknisi dan bengkel konversi, serta menarik minat pelaku usaha untuk mengusahakan proses konversi dengan skala yang lebih besar. Berdasarkan temuan IESR, terdapat 6 juta unit motor konvensional per tahun dapat dikonversi ke motor listrik pada 2030. Untuk itu diperlukan ratusan bengkel konversi tersertifikasi, teknisi terampil untuk mengerjakan ini. Dukungan rantai pasok baterai, motor listrik, dan komponen lainnya sangat perlu sehingga biaya konversi semakin terjangkau oleh masyarakat. Selain persyaratan TKDN bagi produsen kendaraan listrik, IESR menyarankan agar pemerintah dapat menambahkan syarat performa kendaraan listrik dalam pemberian insentif di tahun depan.
Baca Juga: Pemerintah Bebaskan PPN Bagi Kendaraan Listrik yang Terdaftar di IKN Faris Adnan, Peneliti IESR menambahkan, pemerintah dapat menambahkan syarat tambahan yang berkaitan dengan performa kendaraan listrik untuk mendorong peningkatan keandalan kendaraan listrik serta ekosistem riset dan pengembangan dari industri kendaraan listrik yang ada di Indonesia. “Standar tersebut misalnya jarak tempuh kendaraan, kapasitas baterai minimal, dan efisiensi konversi,” ungkapnya. Lebih lanjut, Faris menambahkan hal menarik lainnya dari insentif kendaraan listrik ini adalah prioritas pemberian insentif bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM), khususnya penerima Kredit Usaha Kecil (KUR) dan Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM), termasuk pelanggan listrik 450-900 VA. Namun menurutnya pengendara motor penyedia transportasi online atau penyedia jasa logistik perlu pula menjadi prioritas. “Pengendara ojek online atau logistik perlu diprioritaskan dalam pemberian bantuan ini, karena mereka memiliki jarak tempuh yang jauh per harinya sehingga manfaat ekonomi yang didapat bagi pengguna maupun pemerintah akan lebih besar,” kata Faris. Jumlah bantuan yang ditawarkan pun perlu didorong lebih tinggi dibandingkan jumlah bantuan bagi penerima awam, yakni di atas Rp 7 juta. Ia juga menyoroti kapasitas daya terpasang calon pembeli prioritas. Charger baterai motor listrik sendiri memerlukan daya hingga 400W. Artinya jika melakukan pengisian daya baterai, maka akan banyak peralatan elektronik yang tidak bisa dipasang pada saat bersamaan. “Hal ini bisa diantisipasi dengan pemberian peningkatan daya tambahan saat pembeli prioritas membeli kendaraan listrik yang mendapat bantuan pemerintah, ” kata Faris. IESR memandang penggunaan KBLBB bahkan dapat nol emisi jika sumber pengisian dayanya berasal dari energi terbarukan. Berdasarkan analisis IESR dalam laporan Indonesia
Electric Vehicle Outlook (IEVO) 2023, emisi yang dikeluarkan motor listrik dan mobil listrik lebih rendah 18% dan 25% dibandingkan motor dan mobil BBM. Namun, jika pengembangan energi terbarukan hanya mengacu pada RUPTL PLN 2021-2030, maka penurunan emisi dari motor listrik dan mobil listrik diproyeksikan tidak signifikan, hanya berkisar 6% dan 8% saja pada 2030.
Baca Juga: Ini Kelebihan Pakai Kendaraan Listrik, Bisa Hemat Pengeluaran Rumah Tangga Deon Arinaldo, Manager Program Transformasi Energi, IESR mengatakan, dengan beberapa komitmen pemerintah serta dukungan transisi energi seperti Just Energy Transition Partnership (JETP), momentum ini bisa dipakai untuk juga mengakselerasi transisi sistem kelistrikan dengan membangun energi terbarukan dan menghentikan operasi PLTU batubara lebih dini. “Akibatnya tentu faktor emisi jaringan yang lebih rendah sehingga manfaat kendaraan listrik untuk dekarbonisasi makin maksimal” jelasNYA. Deon menambahkan kajian IESR bahkan melihat dengan kombinasi elektrifikasi transportasi dan juga akselerasi pengembangan energi terbarukan, bauran energi terbarukan Indonesia bahkan bisa melebihi 34% target bauran ET yang dicanangkan di JETP. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .