JAKARTA. Terbukanya pintu perdagangan di negara-negara ASEAN tahun depan adalah tantangan besar, termasuk bagi para pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Kesiapan UKM untuk menghadapi persaingan dunia usaha internasional sudah tentu harus menjadi perhatian, jika tidak sektor ini akan sulit bertahan. Sunarso, Direktur Commercial and Business banking Bank Mandiri, mengatakan, salah satu cara meningkatkan daya saing UKM lokal adalah melalui tata kelola perusahaan yang profesional dan efisien. "Kalau GCG (Good Corporate Government) baik, bisnis itu pastinya akan efisien," ujarnya. Tiga langkah penting lain yang harus dilalui oleh UKM terkait Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) adalah pertama mengerti mengenai MEA, kedua mampu mengantisipasinya dan ketiga adalah mau mengikuti peraturannya.Peran aktif negara diperlukan dalam memberikan pemahaman terhadap UKM mengenai MEA dan pajak. Apalagi sejak 1 Juli 2013, berlaku peraturan baru terhadap UMKM mengenai pajak penghasilan. "Dengan pengembangan bisnis dan manajemen yang baik, UKM yang baik, kami berharap pengusaha UKM dapat menjadi pegusaha tangguh dan semakin berdaya saing," ucap Sunarso. Kementrian perdagangan nampak optimistis UKM Indonesia mampu bersaing dengan kompetitornya dari negara lain. Suhanto, Direktur Dagang Kecil Menengah dan Produk Dalam Negeri Kementrian Perdagangan, mengatakan, sebenarnya MEA ini bukan merupakan hal yang baru. “Sebenanya 90% MEA sudah hadir dengan tarif yang tidak ada,” ujarnya.Suhanto menjelaskan, selama ini dalam perdagangan di Indonesia, sudah banyak barang-barang impor yang dikenakan tarif yang sangat minim atau bahkan tidak ada. Hal tersebut membuktikan bahwa produk dari Indonesia sendiri sudah tahu bagaimana caranya memiliki daya saing internasional.Salah satu hal penting menyongsong MEA adalah kewajiban bagi peritel modern untuk menggunakan 80% produk buatan dalam negeri. “Itu masih diberikan waktu penyesuaian adalah dua tahun,” ujar Suhanto. Suhanto menjelaskan, peraturan itu muncul dengan harapan bahwa produk asal Indonesia dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri.Namun saat ini menurut Suhanto kendala ada di ketidaktahuan pebisnis UKM bagaimana memasukkan barang ke peritel modern tersebut. Suhanto bercerita bahwa Kementrian Perdagangan selama ini melakukan forum bisnis yang mempertemukan pihak ritel modern dengan UKM. “Peritel modern kita kasih waktu menjelaskan standarisasi produk-produk UKM yang bisa masuk ke toko modern,” ucap Suhanto.Sejak peraturan tersebut berlaku di tahun lalu, Suhanto mengatakan sudah membantu 1.523 UKM untuk menjadi mitra peritel modern. Ia berharap jumlah tersebut terus meningkat sehingga target 80% tercapai. UKM dan peritel modern bisa melakukan pemasaran bersama, seperti misalnya UKM menyetor barangnya ke ritel modern kemudian di-repackaging,” tutur Suharto. Cara kedua adalah dengan UMKM menyetor produknya dengan merek sendiri kepada peritel modern. Cara ketiga, adalah peritel modern menyiapkan gerainya untuk dipergunakan oleh UKM.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Perlu sosialisasi penuh bagi UKM menghadapi MEA
JAKARTA. Terbukanya pintu perdagangan di negara-negara ASEAN tahun depan adalah tantangan besar, termasuk bagi para pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Kesiapan UKM untuk menghadapi persaingan dunia usaha internasional sudah tentu harus menjadi perhatian, jika tidak sektor ini akan sulit bertahan. Sunarso, Direktur Commercial and Business banking Bank Mandiri, mengatakan, salah satu cara meningkatkan daya saing UKM lokal adalah melalui tata kelola perusahaan yang profesional dan efisien. "Kalau GCG (Good Corporate Government) baik, bisnis itu pastinya akan efisien," ujarnya. Tiga langkah penting lain yang harus dilalui oleh UKM terkait Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) adalah pertama mengerti mengenai MEA, kedua mampu mengantisipasinya dan ketiga adalah mau mengikuti peraturannya.Peran aktif negara diperlukan dalam memberikan pemahaman terhadap UKM mengenai MEA dan pajak. Apalagi sejak 1 Juli 2013, berlaku peraturan baru terhadap UMKM mengenai pajak penghasilan. "Dengan pengembangan bisnis dan manajemen yang baik, UKM yang baik, kami berharap pengusaha UKM dapat menjadi pegusaha tangguh dan semakin berdaya saing," ucap Sunarso. Kementrian perdagangan nampak optimistis UKM Indonesia mampu bersaing dengan kompetitornya dari negara lain. Suhanto, Direktur Dagang Kecil Menengah dan Produk Dalam Negeri Kementrian Perdagangan, mengatakan, sebenarnya MEA ini bukan merupakan hal yang baru. “Sebenanya 90% MEA sudah hadir dengan tarif yang tidak ada,” ujarnya.Suhanto menjelaskan, selama ini dalam perdagangan di Indonesia, sudah banyak barang-barang impor yang dikenakan tarif yang sangat minim atau bahkan tidak ada. Hal tersebut membuktikan bahwa produk dari Indonesia sendiri sudah tahu bagaimana caranya memiliki daya saing internasional.Salah satu hal penting menyongsong MEA adalah kewajiban bagi peritel modern untuk menggunakan 80% produk buatan dalam negeri. “Itu masih diberikan waktu penyesuaian adalah dua tahun,” ujar Suhanto. Suhanto menjelaskan, peraturan itu muncul dengan harapan bahwa produk asal Indonesia dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri.Namun saat ini menurut Suhanto kendala ada di ketidaktahuan pebisnis UKM bagaimana memasukkan barang ke peritel modern tersebut. Suhanto bercerita bahwa Kementrian Perdagangan selama ini melakukan forum bisnis yang mempertemukan pihak ritel modern dengan UKM. “Peritel modern kita kasih waktu menjelaskan standarisasi produk-produk UKM yang bisa masuk ke toko modern,” ucap Suhanto.Sejak peraturan tersebut berlaku di tahun lalu, Suhanto mengatakan sudah membantu 1.523 UKM untuk menjadi mitra peritel modern. Ia berharap jumlah tersebut terus meningkat sehingga target 80% tercapai. UKM dan peritel modern bisa melakukan pemasaran bersama, seperti misalnya UKM menyetor barangnya ke ritel modern kemudian di-repackaging,” tutur Suharto. Cara kedua adalah dengan UMKM menyetor produknya dengan merek sendiri kepada peritel modern. Cara ketiga, adalah peritel modern menyiapkan gerainya untuk dipergunakan oleh UKM.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News