Perlu waktu untuk mendorong hilirisasi rotan



JAKARTA. Semangat pemerintah untuk lebih mendorong hilirisasi rotan di sentra-sentra produksi ternyata tidak bisa dilakukan secara serempak. Keterbatasan sumber daya manusia dan masih tidak meratanya harga bahan penunjang produksi, menjadi beberapa faktor penghambat. Padahal Permendag tentang tentang tata niaga rotan mulai efektif diterapkan hari ini (1/1). Menteri Perdagangan (Kemendag) Gita Wirjawan mengakui, untuk mengembangkan industri-industri pengolahan rotan, dibutuhkan waktu agar program hilirisasi tersebut dapat menyebar merata di sentra-sentra produksi. "Tentunya perlu memakan waktu," kata Gita kepada KONTAN (30/12). Ia mencontohkan, di Cirebon sebagai salah satu sentra penghasil mebel rotan terbesar di Indonesia telah ada investor yang tertarik untuk membangun industri pengolahan. Selain dari China, Gita bilang jika ada investor dari Jerman yang tertarik untuk berinvestasi. Sementara untuk di wilayah Kalimantan, Gita bilang jika pembangunan sentra produksi masih dalam tahap pendiskusian. Penyerapan dengan sistem resi gudang juga dinyatakan telah siap. "Di seluruh Indonesia ada ratusan, sedangkan di Sulawesi dan Kalimantan ada puluhan," terang Gita. Menanggapi hal tersebut, Ketua Asosiasi Rotan Kalimantan Indonesia (ARKI) Herman Yulius mengatakan, jika Kondisi petani rotan masih sama dengan saat belum dibentuk permendag tentang larangan penghentian ekspor rotan mentah. "Tiga bulan terakhir mereka sibuk dengan menggenjot ekspor," kata Herman kepada KONTAN (31/12). Dengan produksi rotan di wilayah Kalimantan mencapai 3.500 ton. Herman menghitung, paling tidak membutuhkan 90 industri pengolahan rotan agar mampu menyerap seluruh hasil rotan. Perlu waktu lama untuk membangun industri pengolahan rotan. Herman pesimis, dalam satu hingga dua tahun ke depan, pembangunan industri pengolahan rotan di Kalimantan akan berjalan dengan baik. Pasalnya, pembangunan industri pengolahan rotan butuh kelengkapan infrastruktur, Sumber Daya Manusia (SDM) serta teknologi yang memadahi. "Saat ini di Kalimantan belum siap," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie