KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan ekonomi syariah dipercepat. Pemerintah dan regulator terus mendorong pengembangan ekosistem keuangan syariah di Indonesia melalui peningkatan inklusi keuangan syariah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia telah tumbuh menjadi 7,38% hingga Maret 2024. Sejalan dengan itu, total aset perbankan syariah tumbuh 9,71% secara tahunan pada periode yang sama, mencapai Rp 900 triliun pada kuartal I-2024. OJK menyebutkan bahwa transformasi perbankan syariah memiliki dua dimensi utama yang menjadi perhatian, yaitu ketahanan dan daya saing di satu sisi, serta dampak sosial ekonomi di sisi lainnya.
Selain itu, OJK juga mendorong industri perbankan syariah untuk melakukan konsolidasi melalui merger dan akuisisi tahun ini guna memperbesar pangsa pasar bank syariah. Saat ini, terdapat 13 Bank Umum Syariah (BUS) dan 20 Unit Usaha Syariah (UUS) yang beroperasi di Indonesia. Namun, sebagian besar pemain di industri bank syariah memiliki aset yang relatif kecil.
Baca Juga: Perbankan Indonesia Lirik Potensi Perluas Kantor Cabang di Luar Negeri Terdapat 11 BUS dan 17 UUS dengan aset di bawah Rp 40 triliun, sementara hanya satu bank syariah yang memiliki aset di atas Rp 100 triliun, yaitu Bank Syariah Indonesia (BSI). OJK menargetkan tahun ini akan muncul bank syariah dengan aset besar hingga Rp 200 triliun hasil dari konsolidasi. Bank-bank syariah di Indonesia juga terus melakukan berbagai upaya untuk memperluas ekosistem keuangan syariah, bahkan berupaya untuk memasuki kancah global. Contohnya, PT Bank Syariah Indonesia (BSI) berambisi menjadi salah satu dari 10 bank syariah terbesar di dunia pada tahun 2025. Saat ini, BSI menempati urutan keenam dalam daftar aset perbankan terbesar di Indonesia dengan aset Rp 358 triliun. Direktur Utama BSI, Hery Gunardi, mengatakan bahwa untuk mencapai ambisi global tersebut, pihaknya akan terus berekspansi ke luar negeri dan menyasar negara-negara potensial, seperti di wilayah Timur Tengah. "Untuk ekspansi global, kami sudah memiliki cabang di Dubai, Uni Emirat Arab. Saat ini kami juga sedang mengajukan lisensi di Arab Saudi. Kami berharap dapatkan izinnya sehingga akan memiliki dua cabang di luar negeri," tutur Hery. Di Arab Saudi, rencana ekspansi BSI dilakukan dalam rangka mengincar pasar haji dan umroh. Pasar tersebut dinilai potensial dengan sekitar 220.000 jemaah haji dan lebih dari satu juta jemaah umroh yang berangkat dari Indonesia setiap tahunnya. Potensi dana yang dihasilkan mencapai hampir Rp 90 triliun hingga Rp 100 triliun. Setelah Dubai, BSI berencana untuk berekspansi ke Saudi Arabia dengan membuka kantor cabang di tiga kota, yaitu Jeddah, Mekah, dan Madinah, mengingat banyaknya masyarakat Indonesia yang bepergian untuk beribadah haji dan wisata religi setiap tahun. Di dalam negeri, BSI memiliki cara untuk memperkuat dan memperluas literasi serta inklusi keuangan syariah, khususnya perbankan syariah, melalui program School Visit to BSI dan Program Digitalisasi Tabungan Anak. Program ini bertujuan membiasakan budaya menabung sejak dini melalui kegiatan edukasi dan percepatan akses membuka rekening bagi anak-anak.
Baca Juga: BTN Belum Pasti, BPKH Buka Peluang Investor Lain Masuk Bank Muamalat Di sisi lain, PT Bank BCA Syariah fokus memperluas jangkauannya di dalam negeri, mengingat pasar domestik masih memiliki potensi yang besar. Direktur BCA Syariah, Pranata, mengatakan bahwa literasi dan inklusi masyarakat terhadap perbankan syariah yang masih rendah menjadi salah satu tantangan utama di tengah peluang pasar yang masih terbuka luas. Selain itu, perbankan syariah juga dihadapkan dengan perkembangan teknologi digital yang pesat. Meskipun demikian, perbankan syariah tetap mampu menunjukkan pertumbuhan positif di tengah ketidakpastian ekonomi dan pengetatan kebijakan moneter oleh regulator. Saat ini, pangsa pasar BCA Syariah berada di kisaran 2,4% dari total BUS dan UUS, dengan aset mencapai Rp 14,3 triliun per Maret 2024, meningkat 14,5% secara tahunan. BCA Syariah menargetkan pertumbuhan pembiayaan dan dana pihak ketiga (DPK) di kisaran 10-12% serta aset di kisaran 9-10% hingga akhir tahun ini. Corporate Secretary Division Head Bank Mega Syariah, Hanie Dewita, mengatakan bahwa dalam memperluas
market share, perseroan melakukan pengembangan bisnis berbasis ritel. Hal ini dinilai penting untuk mengembangkan bisnis dengan risiko yang terdiversifikasi. "Untuk mendukung pengembangan bisnis ritel, dibutuhkan berbagai produk dan layanan berbasis digital seperti tabungan, deposito, wealth management, dan produk berbasis fee lainnya," ujarnya. Untuk mempermudah pengembangan bisnis ritel, diperlukan pendekatan strategi bisnis B2B2C yang melibatkan kerja sama dengan nasabah korporasi untuk menggarap individu di dalam perusahaan tersebut. Pendekatan komunitas atau ekosistem halal juga penting untuk menggarap basis ritel yang lebih besar. Selain meningkatkan kualitas produk dan layanan, bank-bank syariah juga harus berperan dalam meningkatkan literasi perbankan syariah dengan berkolaborasi bersama lembaga pendidikan dan komunitas. Namun, Hanie mengungkapkan tantangan yang dihadapi perbankan syariah, antara lain kondisi ekonomi global yang tidak menentu dan kenaikan suku bunga BI yang berdampak pada peningkatan
cost of fund perusahaan. Dalam hal ini, setiap bank syariah termasuk Bank Mega Syariah harus berinovasi, tidak hanya dari sisi bagi hasil yang kompetitif tetapi juga program dan layanan yang berbeda bagi nasabah. Amin Nurdin, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), menyebutkan bahwa tantangan yang dihadapi perbankan syariah adalah kurangnya edukasi dan literasi kepada masyarakat tentang inklusi bank syariah.
Baca Juga: Bank Pasang Strategi Demi Menggaet Dana dari Nasabah Berharta Gede "Padahal kalau dipikir buat para pebisnis itu lebih menguntungkan. Karena tidak terpengaruh dengan tingkat suku bunga yang terjadi, mereka akan terima flat sampai dengan proses pembiayaan itu selesai," ucapnya. Di sisi lain, jika bicara terkait konsolidasi, strategi yang harus dilakukan perbankan syariah disebut Amin harus bisa komplit dengan kondisi yang ada, baik itu bank tradisional, bank digital, maupun fintech untuk bisa membesarkan pangsa pasar syariah.
"Dan mungkin ada langkah strategis juga keberanian untuk membuka cabang operasional di negara negara-negara Islam besar yang mungkin ada bisnis
interest di Indonesia. Seperti remmitence untuk transaksi itu juga cukup besar," tambahnya. Selain itu, kata Amin dalam memperluas pangsa pasar bank syariah dan bank konvensional yang dimiliki oleh satu konglomerasi bisa berkolaborasi dalam hal melakukan penjualan produk kemudian membangun jaringan digitalisasi sehingga ada efisiensi, hal itulah disebut Amin bisa mengembangkan pasar syariah. "Bank syariah juga harus berani memasuki segmen segmen yang selama ini belum pernah di lakukan oleh bank syariah. Musti ada terobosan terobosan meskipun harus
prudent," imbuhnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .