Perluasan B20 untuk non PSO mulai berlaku 1 September



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perluasan mandatori campuran biodiesel 20% (B20) untuk non public service obligation (PSO) akan efektif berlaku 1 September 2018. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengatakan perluasan ini menunggu selesainya peraturan presiden (Perpres) dan aturan terkait.

“Perpresnya kebetulan ada perubahan sedikit. Kalau teman-teman lihat ada satu ayat yang memerlukan revisi yang nanti kembali pada setneg. Tapi kalau disana bakal cepat, apalagi presiden memerintah tidak untuk ditunda-tunda,” ujar Rida, Rabu (1/8).

Menurut Rida, dengan adanya perluasan B20 ini, maka penyerapan biodiesel di tahun 2018 akan mengapai 4 juta kiloliter. Namun, di tahun berikutnya, penyerapan biodiesel akan mencapai 6 juta kiloliter hingga 6,2 juta kiloliter. Namun, serapan ini bisa lebih besar lagi apabila pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih baik.


Perluasan B20 ini ditujukan untuk menghemat devisa dengan cara menciptakan pasar CPO. “Penghematannya 4 juta kiloliter, dengan Mean of Platts Singapore (MOPS) misalnya US$ 85 per barrel, kurang lebih menghemat Rp 50 triliun atau US$ 3,4 miliar,” ujarnya.

Dia menekankan, pemerintah sudah siap menjalankan perluasan B20 ini. Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BUBBN) dan Badan Usaha Bahan Bakar Minyak (BUBBM) pun tengah menyiapkan infrastruktur yang dibutuhkan. Menurut Rida, pemerintah sudah menyiapkan pedoman untuk mencampur biodiesel dengan solar dan bagaimana untuk menyimpannya.

Nantinya, bila masih ada SPBU yang masih menjual B0, maka SPBU tersebut akan didenda. Namun, akan dilakukan verifikasi terebih dahulu. Apabila yang tidak menyuplai biodiesel adalah BUBBN, maka yang didenda adalah BUBBN tersebut.

Sebelumnya, Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengatakan, bila penerapan B20 ini dilakukan dengan optimal, industri biodiesel dalam negeri masih dapat memenuhi kebutuhan biodiesel tersebut. Pasalnya, industri memiliki kapasitas produksi 12 juta kiloliter, sementara saat ini penggunaannya baru sekitar 25%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat