Perlukah BI merevisi aturan gadai emas?



JAKARTA. Sengketa BRI Syariah dengan nasabah gadai emasnya mengundang perhatian para pelaku industri syariah lainnya. Agar mencegah munculnya kasus serupa, Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo) meminta Bank Indonesia (BI) meninjau ulang aturan gadai emas.

Achmad K. Permana, Sekretaris Jenderal Asbisindo, menilai, regulasi gadai emas bank syariah terlampau ketat. Ketika implementasi, efeknya signifikan dan drastis. "Kami mengusulkan, plafonnya bisa lebih besar dari Rp 250 juta atau jatuh tempo bisa lebih dari dua kali empat bulan,” ujarnya, kemarin.

Dalam kasus BRI Syariah, bank terpaksa menjual emas milik nasabah demi menyesuaikan diri dengan aturan BI. Sebab, bank ini harus menurunkan porsi portofolio pembiayaan emas hingga batas ideal. "Belajar dari sana, saya kira, aturannya perlu direvisi. Kalau terkait plafon, kami mempunyai data yang dapat menjadi acuan," imbuh dia.


Pertimbangan lain, produk bank syariah masih terbatas dan belum mampu bersaing dengan bank konvensional. Sementara itu, di bisnis gadai emas, bank syariah berhadap-hadapan dengan Pegadaian yang tidak terkena aturan BI.

Jika ruang gerak perbankan syariah dibatasi, Pegadaian bisa melenggang sendiri. Padahal, produk gadai emas, dan yang belum lama diperkenalkan, yaitu kepemilikan emas (murabahah), menjadi salah satu produk unggulan perbankan syariah.

Herry Hykmanto, Direktur Syariah Bank Danamon, berpendapat berbeda. Dia mengaku tidak keberatan dengan ketentuan BI. Regulasi itu tepat dan mengembalikan tujuan gadai sebagai solusi permasalahan keuangan yang mendesak.

Nah, apabila nasabah menginginkan investasi emas, murabahah bisa jadi pilihan. Tapi, proses murabahah tidak semudah qardh. Bank harus mengukur kelayakan si nasabah. Seperti penghasilan, pekerjaan dan seterusnya. Mirip proses persetujuan kredit di bank umum. "Inilah yang menjelaskan mengapa bank syariah lebih menggenjot qardh ketimbang murabahah emas. Karena prosesnya lebih cepat dan gampang," kata Adiwarman Karim, pengamat perbankan syariah.

Herry mengklaim, Danamon Syariah menyalurkan gadai emas rata-rata Rp 8 juta per nasabah. Di Danamon Syariah, produk murabahah belum ada lantaran masih dalam proses perizinan.

Pada semester I-2012, Danamon Syariah menyalurkan Rp 90 miliar ke gadai emas. Jumlah ini melonjak lebih dari dua 100% ketimbang akhir 2011 senilai Rp 40 miliar.

Mike Rini, Perencana Keuangan, menilai, regulator bertindak tepat dalam mengatur gadai emas yang pertumbuhannya memang tidak wajar. "Industri syariah baru tumbuh, sebaiknya tidak terlalu jor-joran," terang dia.

Bank juga seharusnya kembali ke tujuan syariah, jangan menabrak batas. Akad-akad yang dipergunakan harus tepat sasaran. Misalkan murabahah berarti mencicil emas.

Soal daya saing dengan Pegadaian, sumber KONTAN di Dewan Syariah Nasional (DSN) mengatakan, bank syariah tidak perlu khawatir. BI hanya membatasi plafon dan jatuh tempo, bukan melarang gadai emas. Lagi pula tidak banyak masyarakat yang memanfaatkan gadai emas hingga di atas Rp 250 juta untuk tujuan kebutuhan mendesak.

Bank syariah seharusnya lebih kompetitif karena menggunakan uang nasabah (DPK) untuk melayani gadai. Sedangkan Pegadaian menggunakan dana bank. Artinya, biaya dana Pegadaian lebih tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: