JAKARTA. Aksi Pemerintah Korea Selatan (Korsel) yang kembali berniat mengenakan bea masuk antidumping terhadap produk kertas grup Sinarmas memang membuat Pemerintah Indonesia dan Sinarmas gusar. Tapi, meski sejatinya bisa membalas dengan aksi serupa, pemerintah masih memilih bersabar. Gusmardi Bustami, Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan International Kementerian Perdagangan (Kemendag) ingin melihat perkembangan sikap Korsel sampai akhir Oktober mendatang. “Kami tunggu dulu keputusan final dari mereka akhir Oktober ini,” kata Gusmardi. Ia juga mengaku telah mendesak duta besar Korsel untuk segera menyampaikan keberatan Indonesia terhadap kebijakan itu. Sejak tahun 2002Korsel mulai mengenakan bea masuk antidumping atas kertas buatan grup Sinarmas pada tahun 2002. Yang terkena bea masuk diskriminatif ini adalah produk kertas buatan PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk, PT Pindo Deli Pulp Mills, PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk, dan April Pine Paper Trading Pte Ltd. Semua perusahaan-perusahaan ini merupakan anak usaha grup Sinarmas. Pada 2007, pemerintah Indonesia menbawa kasus ini ke panel Dispute Settlement Body (DSB) organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO). Hasilnya, Indonesia berhasil memenangi sengketa dengan Korsel. Bahkan WTO mengizinkan jika akhirnya Indonesia membalas (retaliation) aksi Korsel itu. "Pada 2007, WTO sudah membolehkan kita mengambil tindakan itu,” ujar Gusmardi.Namun, Korsel kembali melayangkan tudingan dumping serupa pada 2009. Lagi-lagi, kertas buatan grup Sinar Mas yang menjadi korbannya.Tentu saja, Sinar Mas meradang. Managing Director Sinar Mas Gandhi Sulistyo mengusulkan agar Indonesia membalas sikap Korsel tersebut dengan mengenakan tuduhan dumping bagi industri kertas Korea. "Upaya bilateral yang dilakukan belum berhasil," ujar Gandhi di sela-sela acara Trade Expo Indonesia, Rabu. Ia mengaku telah menyampaikan usulan itu kepada Kemendag.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Perlukah membalas tudingan dumping kertas Korsel?
JAKARTA. Aksi Pemerintah Korea Selatan (Korsel) yang kembali berniat mengenakan bea masuk antidumping terhadap produk kertas grup Sinarmas memang membuat Pemerintah Indonesia dan Sinarmas gusar. Tapi, meski sejatinya bisa membalas dengan aksi serupa, pemerintah masih memilih bersabar. Gusmardi Bustami, Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan International Kementerian Perdagangan (Kemendag) ingin melihat perkembangan sikap Korsel sampai akhir Oktober mendatang. “Kami tunggu dulu keputusan final dari mereka akhir Oktober ini,” kata Gusmardi. Ia juga mengaku telah mendesak duta besar Korsel untuk segera menyampaikan keberatan Indonesia terhadap kebijakan itu. Sejak tahun 2002Korsel mulai mengenakan bea masuk antidumping atas kertas buatan grup Sinarmas pada tahun 2002. Yang terkena bea masuk diskriminatif ini adalah produk kertas buatan PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk, PT Pindo Deli Pulp Mills, PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk, dan April Pine Paper Trading Pte Ltd. Semua perusahaan-perusahaan ini merupakan anak usaha grup Sinarmas. Pada 2007, pemerintah Indonesia menbawa kasus ini ke panel Dispute Settlement Body (DSB) organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO). Hasilnya, Indonesia berhasil memenangi sengketa dengan Korsel. Bahkan WTO mengizinkan jika akhirnya Indonesia membalas (retaliation) aksi Korsel itu. "Pada 2007, WTO sudah membolehkan kita mengambil tindakan itu,” ujar Gusmardi.Namun, Korsel kembali melayangkan tudingan dumping serupa pada 2009. Lagi-lagi, kertas buatan grup Sinar Mas yang menjadi korbannya.Tentu saja, Sinar Mas meradang. Managing Director Sinar Mas Gandhi Sulistyo mengusulkan agar Indonesia membalas sikap Korsel tersebut dengan mengenakan tuduhan dumping bagi industri kertas Korea. "Upaya bilateral yang dilakukan belum berhasil," ujar Gandhi di sela-sela acara Trade Expo Indonesia, Rabu. Ia mengaku telah menyampaikan usulan itu kepada Kemendag.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News