KONTAN.CO.ID - Sejak muncul pada Januari 2017 lalu, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split telah menuai kontroversi. Kementerian ESDM sejak awal meyakinkan stakeholder bahwa skema gross split lebih baik dari kontrak sebelumnya yang menggunakan skema production sharing contract (PSC). Namun para investor dari perusahaan migas masih belum melihat gross split lebih menguntungkan dibandingkan PSC. Terutama dengan situasi harga minyak yang masih rendah. Begitu juga dengan para pengamat migas yang menyebut gross split tidak akan mempu menarik investasi ke sektor hulu migas Indonesia. Maka wacana untuk merevisi gross split pun mengemuka. Terlebih setelah Presiden Joko Widodo secara terbuka mengkritik Kementerian ESDM yang dianggap menerbitkan Permen (Peraturan Menteri) yang tidak pro investasi.
Permen gross split akankah direvisi?
KONTAN.CO.ID - Sejak muncul pada Januari 2017 lalu, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split telah menuai kontroversi. Kementerian ESDM sejak awal meyakinkan stakeholder bahwa skema gross split lebih baik dari kontrak sebelumnya yang menggunakan skema production sharing contract (PSC). Namun para investor dari perusahaan migas masih belum melihat gross split lebih menguntungkan dibandingkan PSC. Terutama dengan situasi harga minyak yang masih rendah. Begitu juga dengan para pengamat migas yang menyebut gross split tidak akan mempu menarik investasi ke sektor hulu migas Indonesia. Maka wacana untuk merevisi gross split pun mengemuka. Terlebih setelah Presiden Joko Widodo secara terbuka mengkritik Kementerian ESDM yang dianggap menerbitkan Permen (Peraturan Menteri) yang tidak pro investasi.