Permendag N0 77 tahun 2019 tentang impor TPT dinilai belum maksimal



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 64 tahun 2017 direvisi menjadi Permendag Nomor 77 tahun 2019. Revisi tentang impor tekstil dan produk tekstil (TPT) dilakukan lantaran Permendag sebelumnya dinilai memiliki banyak celah, sehingga industi di dalam negeri kebanjiran impor TPT. 

Wakil Sekretaris Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat Rizal Tanzil menilai revisi tersebut tidak dilakukan semaksimal mungkin. "Secara umum dapat dikatakan Permendag 77 hanya revisi ala kadarnya saja dari Pemendag 64," katanya kepada Kontan.co.id, Kamis (31/10). 

Baca Juga: Sritex Mengantongi Order Baru dari Amerika premium


Ia sangat menyayangkan revisi ini, sebab pasal-pasal bermasalah di Permendag 64 telah diinformasikan secara lengkap. Rizal melihat, masih banyak celah yang bisa dimanfaatkan oleh Angka Pengenal Importir Umum (API-U), Angka Pengenal Importir Pedagang  (API-P), dan Pusat Logistik Berikat (PLB) yang nakal untuk terus menjalankan impor. 

Setidaknya Rizal mencatat  ada tujuh kelemahan Pemendag 77/2019, diantaranya PLB masih bisa leluasa impor TPT hanya dengan menggunakan Persetujuan Impor (PI) TPT berdasarkan kontrak pesanan, API-U dan API-P belum ada pengawasan yang kuat dan efektif.

Lalu tidak terlihat adanya transparansi kuota impor, API belum dilibatkan sebagai kontrol publik, tidak terlihat upaya membatasi PLB untuk memperjualbelikan barang langsung ke pasar lokal, belum ada pembatasan kuota impor API-P berdasarkan PLN dan BPJS, serta makloon (vendor) dan kerjasama yang rawan penyelewengan.  

Di sisi lain, API Jawa Barat mengamati ada tiga hal positif atas revisi Permendag diantaranya, impor API-U dan API-P harus dengan izin PI-TPT, adanya perubahan dari barang yang semula HS code tergolong kelompok B dipindahkan ke kelompok A menjadi satu kelompok saja. 

Baca Juga: Perusahaan AS hengkang dari China, Sritex (SRIL) melihat potensi ekspor US$ 1 miliar

Tidak jauh berbeda dengan API Jawa Barat, Asosiasi Produsen Serat dan Filament Indonesia (APSyFI) juga menyayangkan sikap Kementerian Perdagangan (Kemendag). APSyFI merasa tidak dilibatkan dalam penerbitan Permendag 77/2019.

“Sebelumnya APSyFI sudah kirim surat meminta waktu berdiskusi untuk menyampaikan masukan kami terkait revisi Permendag 64/2017," ungkap Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta dalam keterangan pers yang diterima Kontan.co.id, Jumat (1/11). Hingga revisi permendah terbit Redma melihat belum ada keterbukaan dari pihak Kemendag. 

Terbitnya Permendag 77/2019 dinilai justru membuka ruang gerak bagi API-P bodong. Padahal pada kesempatan sebelumnya APSyFI dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sudah sepakat menjadikan pembayaran rekening listrik dan pembayaran BPJS sebagai indikator sebuah erusahaan aktif berproduksi. Dua indikator itu menjadi syarat mendapatkan ijin impor. Sayangnya, usul tersebut tidak diakomodir. 

Sementara itu, PT Pan Brothers Tbk. (PBRX) menyambut positif revisi tersebut. Sekretaris Perusahaan PBRX Iswar Deni menyampaikan, Permendag No 77 bisa memberikan kepastian hukum, bea cukai, juga mengawasi PLB dengan ketat. 

Baca Juga: Industri TPT: Revisi permendag berpeluang membuka impor lebih besar

Hal tersebut akan berdampak positif, karena pengawasan PLB dengan ketat memungkinkan API-U dan UMKM tetap berproduksi dengan bahan baku yang sesuai dengan  tren global. 

" Karena tidak semua bahan yang tren di produksi di Indonesia,"  imbuhnya. Iswar mengakui, revisi Permendag tidak akan berpengaruh terhadap kinerja PBRX, sebab pihaknya berada di kawasan berikat dan memiliki orientasi ekspor. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini