JAKARTA. Perbaikan ekonomi akan membuat belanja alas kaki menanjak. Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) memperkirakan, permintaan alas kaki pada tahun depan masih lebih baik ketimbang tahun ini. Djimanto, penasihat Aprisindo, mengatakan bahwa pemulihan ekonomi membuat daya beli masyarakat menguat. "Sehingga tahun depan permintaan alas kaki dalam negeri bisa sekitar Rp 27 triliun," ujarnya Senin (27/12). Artinya, permintaan ini tumbuh 8% dari target permintaan alas kaki tahun ini yang sebesar Rp 25 triliun. Sebanyak 60% atau Rp 15 triliun dari penjualan tahun ini berasal dari produk lokal. Sementara, 40% sisanya berasal dari produk impor. Sebagian besar impor tersebut dari China. Sebelumnya, KONTAN pernah menulis, gempuran impor China ini akan menggencet produk sepatu lokal. Dus, penjualan sepatu lokal tahun depan bisa melorot 20%. Salah satu kelebihan sepatu China, menurut Djimanto, ada pada harganya yang kompetitif. Maklum, industri di China jauh lebih efisien ketimbang di Indonesia. Maka tidak aneh, setelah ASEAN–China Free Trade Agreement (ACFTA) berlaku, impor sepatu dari negara berpenduduk 1,4 miliar tersebut kian deras.
Permintaan alas kaki bisa naik 8%
JAKARTA. Perbaikan ekonomi akan membuat belanja alas kaki menanjak. Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) memperkirakan, permintaan alas kaki pada tahun depan masih lebih baik ketimbang tahun ini. Djimanto, penasihat Aprisindo, mengatakan bahwa pemulihan ekonomi membuat daya beli masyarakat menguat. "Sehingga tahun depan permintaan alas kaki dalam negeri bisa sekitar Rp 27 triliun," ujarnya Senin (27/12). Artinya, permintaan ini tumbuh 8% dari target permintaan alas kaki tahun ini yang sebesar Rp 25 triliun. Sebanyak 60% atau Rp 15 triliun dari penjualan tahun ini berasal dari produk lokal. Sementara, 40% sisanya berasal dari produk impor. Sebagian besar impor tersebut dari China. Sebelumnya, KONTAN pernah menulis, gempuran impor China ini akan menggencet produk sepatu lokal. Dus, penjualan sepatu lokal tahun depan bisa melorot 20%. Salah satu kelebihan sepatu China, menurut Djimanto, ada pada harganya yang kompetitif. Maklum, industri di China jauh lebih efisien ketimbang di Indonesia. Maka tidak aneh, setelah ASEAN–China Free Trade Agreement (ACFTA) berlaku, impor sepatu dari negara berpenduduk 1,4 miliar tersebut kian deras.