Permintaan apartemen menurun, cermati rekomendasi saham Pakuwon (PWON) ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek bisnis apartemen tertekan sejak sebelum pandemi Covid-19, lebih tepatnya tren ini terbaca sejak 2016.

Analis Panin Sekuritas Ishlah Bimo Prakoso mengatakan, apartemen dapat dikatakan menurun propeknya sebelum pandemi, dan dengan adanya Covid-19 ini membuat bisnis apartemen semakin menurun.

Indeks pasokan apartemen berdasarkan survey Bank Indonesia (BI) di kuartal I-2016 meningkat 24,8% year on year (yoy) basis di kuartal I-2016. Di kuartal IV-2016 masih meningkat 14,0% yoy.  Dus suplai apartemen sudah terakumulasi cukup tinggi. Namun, permintaan apartemen tidak bisa mengikuti.


Penyebabnya, perang dagang  Amerika Serikat (AS) dengan China menyebabkan kestabilan geopolitik terganggu. Dampaknya kegiatan perdagangan internasional dan juga kegiatan ekonomi antar negara menjadi menurun secara perlahan, sambil menunggu situasi geopolitik yang lebih stabil. Buntutnya, permintaan apartemen melemah. Survey BI di kuartal IV-2017 menunjukan indeks permintaan apartemen di Indonesia menurun 0,9% yoy.

Baca Juga: Pasokan pusat belanja diperkirakan tertahan hingga pertengahan tahun depan

"Hubungannya adalah permintaan apartemen mostly datang dari niat untuk investasi. Nantinya disewakan kepada pekerja expat, atau pun pekerja lokal yang memang memiliki daya beli cukup tinggi. Tapi karena kegiatan ekonomi internasional menurun, akhirnya penyewa apartemen tersebut juga ikut menurun trennya," jelas Bimo saat dihubungi Kontan, Kamis (11/2)

Ditambah lagi pasokan yang sudah terlanjur meningkat dari tahun 2016, maka jadilah tekanan yang cukup signifikan ke sektor apartemen. 

Lain cerita dengan landed house apalagi yang memiliki harga di bawah Rp 2 miliar per unit. Segmen ini didasari oleh dorongan permintaan berdasarkan kebutuhan dari pembeli pertama (first home buyer). Alhasil 2020 ada pandemi, maka apartemen semakin menurun propeknya karena jumlah penyewa menurun drastis, akhirnya minat untuk investasi apartemen menurun, tapi suplai sudah terlanjur banyak.

Dari penurunan tren apartemen tersebut, Bimo menilai, emiten yang terdampak salah satunya adalah PT Pakuwon Jati Tbk (PWON). Dia mengestimasikan pendapatan 2020 menurun hingga 41,7% yoy dan laba bersih menurun ke Rp 1 triliun atau 61,5% yoy.

Sebagai gambaran, di tahun 2019 PWON membukukan pendapatan Rp 7,2 triliun dan laba bersih Rp 2,71 triliun. Kemudian per kuartal III-2020, PWON telah membukukan pendapatan Rp 3,05 triliun dan laba bersih Rp 600,7 miliar.

"Karena setengah dari bisnis PWON itu dari penjualan apartemen yang ada di Jabodetabek dan Surabaya. Apalagi PWON targetnya adalah high-end user," kata Bimo.  

PWON akhirnya merevisi marketing sales 2020 menjadi Rp 1 triliun dari sebelumnya di Rp 1,7 triliun. Namun  pada 2021, seharusnya kinerja sudah bisa mengalami pemulihan karena PWON juga disupport oleh bisnis pusat perbelanjaan. Meski tak dipungkiri pusat belanja sektor yang terkena dampak negatif dari pandemi, namun PPKM yang diterapkan pemerintah akhir-akhir ini masih memberi ruang yang cukup untuk kegiatan ekonomi, khususnya jam operasional pusat perbelanjaan.

Intinya pembatasan mobilitas masyarakat tidak separah tahun 2020. Bimo mengestimasikan pendapatan PWON tahun 2021 bakal tumbuh 35,9% yoy menjadi Rp 5,7 triliun dan laba bersih tumbuh 83,1% yoy menjadi Rp 1,9 triliun. "Namun peningkatan ini belum recover seperti era pra pandemi ya di tahun 2019," jelasnya.

Walaupun tekanan cukup signifikan, Bimo masih melihat potensi di emiten apartemen, salah satunya PWON. Sebab di tengah tekanan seperti ini, yang paling menjadi risiko adalah utang bisa menggerus laba bersih. Sedangkan neraca PWON dinilai solid dengan net gearing ratio di kuartal III 2020 sebesar 0,03x, sementara peers rata-rata di 0,47x.

Porsi kas PWON juga cukup kuat. Saking kuatnya, PWON justru membeli aset baru. Pada bulan November 2020, PWON telah mengakusisi tiga aset yang dimiliki oleh PT Delta Merlin Dunia Properti yaitu Hartono Mall Yogyakarta, Hartono Mall Solo, dan Hotel Marriott Yogyakarta.

Nilai akuisisi ketiga aset tersebut sebesar Rp 1,3 triliun dan dapat dikatakan dalam harga diskon, karena dapat menghasilkan capitalization rate sebesar 13,0%. Umumnya pusat perbelanjaan dapat memberikan capitalization rate sebesar 8%-9% dan hotel di sekitar 10%.

"Sehingga kami mengestimasikan PWON mendapatkan diskon sebesar 35,6%," jelas Bimo.

Sebagai informasi, Hartono Mall Yogyakarta saat ini memiliki net leaseable area (NLA) sebesar 78.000 m2 dengan rata-rata harga sewa Rp100.000-Rp125.000 per meter dan Hartono Mall Solo memiliki NLA sebesar 32.700 m2 dengan rata-rata harga sewa di bawah Rp100.000 per meter. Sehinga di 2021 aset baru ini bisa setidaknya bisa memberi kontribusi tambahan 10-15% dari pendapatan saat ini.

Dus, Bimo masih merekomendasika beli saham PWON dengan target harga Rp 600 per saham. Pada Kamis (11/2), harga saham PWON ditutup di level Rp 525 per saham.

Selanjutnya: Terdampak PPKM skala mikro, simak rekomendasi saham emiten pengelola mal

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat