Permintaan batubara tengah meningkat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah menyentuh level tertingginya sejak 2013, harga batubara terkoreksi akibat aksi ambil untung investor. Namun kenaikan permintaan di musim dingin diprediksi akan kembali mengangkat harga batubara.

Harga batubara pengiriman Januari 2018 di ICE Futures Europe senilai US$ 95,20, turun 0,26% dibandingkan dengan hari sebelumnya. Namun selama sepekan, harga naik 2,31%. Kemungkinan terjadi profit taking, ujar Direktur Garuda Berjangka Ibrahim, Jumat (6/10). Maklum, harga batubara sudah mencapai level tertinggi.

Selain itu, data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang dirilis belakangan cenderung membaik. Tingkat pengangguran AS di September turun jadi 4,2% dari sebelumnya 4,4%. Memang, jumlah non-farm payroll turun 33.000 di September. Tapi ini terjadi karena badai Harvey dan Irma, yang membuat orang-orang yang bekerja di restoran dan sejenisnya tidak bisa bekerja.


Sekadar info, angka non-farm payroll dicatat berdasarkan penggajian di bulan berjalan. Industri restoran biasanya menggaji karyawan berdasarkan hari mereka masuk kerja.

Dus, Ibrahim melihat harga batubara masih berpeluang menguat lagi di kuartal IV. Musim dingin kerap memicu kenaikan permintaan batubara.

Deddy Yusuf Siregar, Analis Asia Tradepoint Futures, juga melihat potensi peningkatan permintaan batubara dari Vietnam. Negara di kawasan Asia Tenggara ini tengah mengembangkan pembangkit listrik berbahan bakar batubara.

Hingga April lalu, Vietnam sudah mengimpor 4,6 juta ton batubara dari Indonesia dan Australia. Sampai 2020, diperkirakan kebutuhan batubara Vietnam bisa mencapai 50 juta ton dan bertambah lagi menjadi 80 juta ton di tahun 2030, ungkap Deddy.

Permintaan India dan China juga bisa meningkat. Sampai 2035, permintaan batubara kedua negara itu diperkirakan menyumbang 64% dari permintaan secara global. Permintaan batubara global setiap tahun diprediksi naik 1,1%.

Musim dingin

Deddy menilai, kenaikan permintaan akan menekan efek negatif potensi peningkatan produksi batubara AS. Produksi batubara di negara adidaya itu diperkirakan naik seiring rencana Donald Trump mencabut pembatasan emisi gas rumah kaca yang diberlakukan Barack Obama. Rencananya dalam beberapa hari ke depan, politikus Partai Republik akan merilis peraturan baru terkait hal tersebut.

Tingginya permintaan dari Asia akan mampu menjaga harga, imbuh Deddy. Menurut dia, jika di pertengahan kuartal empat harga batubara bisa menembus US$ 98 per metrik ton, selanjutnya ada peluang harga melanjutkan penguatan hingga US$ 100 per metrik ton di akhir tahun.

Tapi Ibrahim memperkirakan harga batubara hanya mampu mempertahankan penguatan hingga November, ditopang permintaan di musim dingin. Sedang di Desember, harga batubara akan kembali tertekan karena The Federal Reserve berencana menaikkan suku bunga acuan.

Di akhir tahun ini, Ibrahim menghitung harga batubara akan bertengger di kisaran US$ 105 per metrik ton. Di Januari nanti masuk musim dingin lagi dan harga batubara akan naik, timpal dia.

Keyakinan serupa juga diungkapkan oleh Deddy. Menurut dia, saat ini sentimen negatif yang bisa menghadang laju penguatan harga batubara tidak terlalu banyak. Sebaliknya, harga batubara justru tengah diselimuti oleh sentimen positif. Meski dari AS ada peluang peningkatan produksi batubara, tetapi permintaan dari Asia masih cukup mengimbangi, ujar Deddy.

Secara teknikal, Ibrahim mengatakan bollinger band dan moving average (MA) batubara berada 10% di atas bollinger tengah. Sedang indikator stochastic, moving average convergence divergence (MACD) dan relative strength index (RSI) berada di level 60% negatif. Pekan depan, Ibrahim memperkirakan harga batubara akan bergerak di kisaran US$ 93,40US$ 97,00 per metrik ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie