JAKARTA. Semakin hari, otot rupiah semakin lemah saja. Kemarin, nilai tukar rupiah kembali merosot tajam. Sampai pukul 21.00 WIB, di pasar internasional nilai rupiah terkapar tercatat Rp 11.550 per dolar Amerika Serikat (AS). Bahkan, pada sesi perdagangan pagi di Jakarta, kurs rupiah sempat menyentuh Rp 11.738 per dolar AS.Sekali lagi, efek krisis ekonomi global memang masih berperan besar pada pelemahan rupiah. Dana investasi asing berjangka pendek (hot money) masih terus keluar dari pasar keuangan Indonesia. Misalnya, kemarin asing mencatat penjualan bersih di bursa saham sebesar US$ 6,1 juta. Investasi asing di surat utang negara (SUN) juga idem. "Asing malah melepas SUN dengan memanfaatkan keputusan pemerintah membeli kembali SUN," tulis Dian Abdul Hakim, Analis Pendapatan Tetap Kim Eng Securities, dalam risetnya kemarin.Selain karena keluarnya dana asing, permintaan dolar AS dari korporasi dalam negeri juga masih tinggi. Permintaan tersebut berasal dari perusahaan BUMN maupun swasta. "Mereka butuh untuk ekspor impor dan untuk membayar utang yang jatuh tempo," terang Farial Anwar, Direktur Currency Management Group.
Permintaan Dolar dari Asing Maupun Lokal Sama Derasnya
JAKARTA. Semakin hari, otot rupiah semakin lemah saja. Kemarin, nilai tukar rupiah kembali merosot tajam. Sampai pukul 21.00 WIB, di pasar internasional nilai rupiah terkapar tercatat Rp 11.550 per dolar Amerika Serikat (AS). Bahkan, pada sesi perdagangan pagi di Jakarta, kurs rupiah sempat menyentuh Rp 11.738 per dolar AS.Sekali lagi, efek krisis ekonomi global memang masih berperan besar pada pelemahan rupiah. Dana investasi asing berjangka pendek (hot money) masih terus keluar dari pasar keuangan Indonesia. Misalnya, kemarin asing mencatat penjualan bersih di bursa saham sebesar US$ 6,1 juta. Investasi asing di surat utang negara (SUN) juga idem. "Asing malah melepas SUN dengan memanfaatkan keputusan pemerintah membeli kembali SUN," tulis Dian Abdul Hakim, Analis Pendapatan Tetap Kim Eng Securities, dalam risetnya kemarin.Selain karena keluarnya dana asing, permintaan dolar AS dari korporasi dalam negeri juga masih tinggi. Permintaan tersebut berasal dari perusahaan BUMN maupun swasta. "Mereka butuh untuk ekspor impor dan untuk membayar utang yang jatuh tempo," terang Farial Anwar, Direktur Currency Management Group.