Permintaan ekspor meningkat, harga singkong naik



JAKARTA. Harga ubi kayu di tingkat petani tetap tinggi hingga akhir 2011. Ketua I Masyarakat Singkong Indonesia (MSI), Suharyo Husen, mengatakan, di beberapa daerah di Jawa Barat, harga singkong basah masih bertahan di tingkat Rp 800 per kilogram (kg) hingga Rp 900 per kg.Sementara itu Muhammad Ryan, bagian pemasaran PT EN3 Green Energy di Sulawesi Selatan mengatakan, sejak awal Juli 2011 sampai saat ini harga singkong basah berada di kisaran Rp 550 per kg dari harga rata-rata di awal tahun Rp 450 per kg. Kenaikan ini mendorong harga gaplek naik dari Rp 1200 per kg menjadi Rp 1900 per kg.Ryan mengatakan kenaikan harga singkong dan gaplek ini disebabkan oleh sulitnya memperoleh bahan baku. Soalnya, anomali iklim pada awal tahun menyebabkan produksi singkong di sejumlah negara terganggu dan banyak singkong lokal disedot oleh pasar ekspor."Kami kesulitan bahan baku. Biasanya rata-rata produksi 200 ton hingga 500 ton tapioka per bulan, sekarang tinggal 100 ton hingga 200 ton," kata Ryan ketika dihubungi KONTAN, Kamis (24/11).Ryan memperkirakan, ekspor singkong pada Oktober hingga Januari akan terus naik karena pasokan singkong ke pasar dunia terganggu akibat banjir di Thailand. "Harga singkong bisa naik ke kisaran Rp 650 per kg," katanya.Naikkan harga jualDengan kenaikan harga bahan baku, pengusaha mau tak mau menaikkan harga jual cassava chip dari Rp 3.600 per kg menjadi Rp 3.800 per kg. Sementara itu untuk harga tepung tapioka yang biasanya Rp 5.000 per kg hingga Rp 6.000 per kg dijual Rp 6500 per kg.Tingginya permintaan di tengah rendahnya produktivitas membuat MSI mendorong pembentukan kluster petani singkong. Suharyo berharap petani bisa memproduksi singkong dalam skala besar dan mengolahnya menjadi produk setengah jadi dalam bentuk cassava chip. Soalnya, dengan bentuk cassava chip, petani mendapatkan harga yang lebih tinggi dan lebih stabil daripada singkong.Selain itu petani juga perlu memperbaiki pola tanam agar bisa memiliki pendapatan yang kontinyu setiap bulannya. "Dengan luas lahan 2,5 hektare (ha), petani bisa memperoleh pendapatan Rp 5 juta sampai Rp 15 juta per bulan. "Kalau petani kesulitan memperoleh lahan, mereka bisa menggunakan instrumen PP No 11 tahun 2010 tentang penertiban dan pendayagunaan lahan terlantar," kata Suharyo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Rizki Caturini