Permintaan ekspor naik, batubara mulai membara



JAKARTA. Pengusaha batubara optimistis harga jual batubara akan merangkak naik seiring dengan tumbuhnya permintaan di pasar ekspor. Hal ini sudah dibuktikan dengan peningkatan harga batubara acuan (HBA) menjadi US$ 67,76 per ton. 

Supriatna Sahala, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) memproyeksikan dalam beberapa bulan ke depan harga jual batubara akan merangkak naik. "Harga naik karena peningkatan permintaan setelah pembangkit listrik baru mulai beroperasi di sejumlah negara," kata dia ke KONTAN, pekan lalu.  

Asal tahu saja, hingga Februari 2015 produksi batubara nasional tercatat sebesar 65 juta ton, atau turun 18,75% dibandingkan dengan realisasi produksi pada tahun lalu di periode yang sama mencapai 80 juta ton. Sementara, HBA Maret 2015 naik 7,7% dibandingkan HBA Februari sebesar US$ 62,92 per ton.  


Menurut Supriatna, rendahnya produksi nasional bukan disebabkan penurunan permintaan ekspor. Melainkan, "Pertambangan ilegal sudah tidak bisa beroperasi lagi, sekarang ada pengetatan berupa koordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun pemberlakuan eksportir terdaftar (ET)," kata dia. 

Ia menjelaskan, fenomena yang terjadi sekarang juga bisa menjadi pertanda bangkitnya harga jual batubara. Sebab, lewatnya masa musim dingin di negara di bagian utara tidak membuat permintaan batubara di pasar ekspor melemah ataupun mengancam harga jual.  

Bahkan, harga jual justru merangkak naik. Supriatna bilang, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di negara lain sudah mulai beroperasi sehingga mendongkrak permintaan pasokan batubara. 

Namun, Supriatna belum mau menyebutkan potensi persentase kenaikan harga di tahun ini. "Maret ini bisa dikatakan tes peningkatan harganya, nanti pada April dan Mei depan baru akan mulai recover harga jualnya," kata dia. 

Sementara, Ekawahyu Kasih, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo) mengatakan, titik balik merangkaknya harga batubara baru dapat dipastikan apabila kenaikan telah stabil dalam enam bulan ke depan. Kenaikan harga sekarang ini hanya terkait suplai batubara dari negara produsen sedang berkurang.  

Sehingga, program pembatasan produksi yang akan berlaku tahun ini sebanyak 425 juta ton harus tetap dijalankan pemerintah agar terus  mendorong tren kenaikan harga. "Pemerintah harus mempercepat pemakaian domestik, serta menunda rencana kenaikan royalti, sehingga industri tambang batubara bisa kembali bangkit melewati masa kritis penurunan harga jual," kata Ekawahyu. 

Bambang Tjahjono, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, kenaikan harga patokan dipengaruhi membaiknya perdagangan batubara di empat indeks. Yakni, Indonesia Coal Index (ICI), Indeks Platss59, New Castle Export Index, serta New Castle Global Coal Index. 

Meskipun sepanjang Februari lalu harga batubara mengalami kenaikan, pihaknya belum memastikan harga batubara akan terus mengalami kenaikan pada bulan-bulan mendatang. "Masih belum tahu, apakah HBA untuk bulan depan juga akan naik," kata Bambang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa