Saya berpendapat bahwa permintaan PT Freeport Indonesia (PTFI) atas adanya perjanjian bilateral dengan pemerintah adalah permintaan yang berlebihan. Apalagi jika mereka minta perjanjian itu ditandatangani langsung oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Sebaiknya, sebelum meminta perjanjian bilateral itu, PTFI wajib memenuhi perubahan Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dengan tiga syarat. Yaitu membangun smelter, divestasi saham 51%, dan pendapatan negara yang lebih tinggi dari royalti dan pajak dibandingkan sekarang ini. Jika tiga syarat itu sudah dipenuhi oleh PTFI, permintaan mereka boleh dikatakan wajar. Pemerintah bisa saja memenuhi permintaan PTFI tersebut, dengan catatan bukan ditandatangani oleh presiden melainkan sekelas menteri, baik Menteri Keuangan, Menteri BUMN maupun Menteri ESDM. Terkecuali perjanjian itu masuk ke dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Permintaan Freeport berlebihan
Saya berpendapat bahwa permintaan PT Freeport Indonesia (PTFI) atas adanya perjanjian bilateral dengan pemerintah adalah permintaan yang berlebihan. Apalagi jika mereka minta perjanjian itu ditandatangani langsung oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Sebaiknya, sebelum meminta perjanjian bilateral itu, PTFI wajib memenuhi perubahan Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dengan tiga syarat. Yaitu membangun smelter, divestasi saham 51%, dan pendapatan negara yang lebih tinggi dari royalti dan pajak dibandingkan sekarang ini. Jika tiga syarat itu sudah dipenuhi oleh PTFI, permintaan mereka boleh dikatakan wajar. Pemerintah bisa saja memenuhi permintaan PTFI tersebut, dengan catatan bukan ditandatangani oleh presiden melainkan sekelas menteri, baik Menteri Keuangan, Menteri BUMN maupun Menteri ESDM. Terkecuali perjanjian itu masuk ke dalam Peraturan Pemerintah (PP).