Permintaan ikan AS tinggi, pengusaha ikan tidak khawatir dengan kajian GSP



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menanggapi kajian Generalized System Preference (GSP) yang saat ini tengah diperiksa ulang oleh pemerintah Amerika Serikat, PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk (DSFI) tidak khawatir produk ikan Indonesia bakal dicabut dari daftar tersebut.

Pasalnya permintaan ikan AS ke Indonesia sangat besar, sehingga justru bakal merugikan negara tersebut bila kehilangan sumber dari Indonesia.

"Ekspor ke AS sangat besar karena minat mereka sangat tinggi, dan justru sekarang Indonesia adalah lumbung ikan dunia, jadi hampir tidak mungkin mereka mau memberatkan diri sendiri," jelas Corporate Secretary DSFI Saut Marbun kepada Kontan.co.id, Rabu (11/7).


Asal tahu, hingga 38%-40% pendapatan DSFI berasal dari ekspor ke AS. Adapun berkat fasilitas GSP yang berlaku saat ini, ekspor produk ikan ke AS dikenai tarif 0% sehingga menjadi pendorong yang kuat dalam industri perikanan nasional.

Pada kuartal pertama 2018, Kementerian Kelautan dan perikanan (KKP) mengklaim menjadi kontributor surplus neraca perdagangan Indonesia dengan menyumbang hingga US$ 1 miliar.

Kemudian, sepanjang periode empat bulan pertama 2018, pada data Kementerian Perdagangan untuk komoditas ikan dan udang Indonesia mencatatkan surplus hingga US$ 1,14 miliar alias naik 20,23% yoy dari posisi US$ 927,3 juta.

Kemudian pada periode Januari-November 2016, ekspor udang Indonesia paling banyak ditujukan ke AS dengan nilai setara US$ 1,1 miliar.

Artinya, bila produk perikanan Indonesia benar terkena revisi bea tarif masuk ke AS, berpotensi menurunkan devisa negara. Namun baik pengusaha maupun pemerintah optimistis hal tersebut tidak akan terjadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto