Permintaan Kopi Luwak Tinggi, Suplai Terbatas



JAKARTA. Produsen kopi luwak kewalahan menerima pesanan yang terus berdatangan. Ujungnya, produsen mulai mengurangi jumlah pasokan ekspor untuk menjaga agar konsumen tetap loyal. “Itu dilakukan karena memang produksi kami terbatas,” kata Danu Rianto, Direktur Operasional PTPN XII di Jakarta, Kamis (29/10).

Danu bilang, permintaan yang tinggi datang dari beberapa negara, seperti Jerman, Jepang, Amerika Serikat dan Eropa lainnya. Sementara itu, kemampuan produksi dari PTPN XII dengan nama brand Rollas Kopi Luwak hanya mampu mengeskpor 2 ton per bulan.

Memang, kopi Luwak mengalami keterbatasan produksi karena proses fermentasi kopi itu yang harus dilakukan di dalam perut binatang Luwak. Sehingga, proses produksi hanya bisa dilakukan dengan cara budidaya binatang Luwak dan mencarinya di hutan, tempat dimana mereka tumbuh dan berkembang.


Kopi luwak memang memiliki ciri khas tersendiri, baik secara proses serta citarasa. "Bisa dibilang, kopi ini merupakan yang termahal karena harganya per kilogram mencapai Rp 1,3 juta," kata Danu.

Ketua Asosiasi Petani Kopi Luwak Indonesia, Didiet Arry Suparno menyebutkan, jika produksi kopi luwak nasional hanya mencapai 200 ton pertahun. Akibat produksi yang terbatas dan naiknya permintaan, ekspor kopi luwak sengaja dibatasi oleh produsen.

"Kalau mereka mintanya 100 kg, maka saya cuma berikan 30 kg saja," kata Didiet yang mengaku perusahaan hanya mampu memproduksi 200 kg kopi Luwak perbulan. Memang, ceruk pasar ini sangat terbuka karena banyak pembeli dari luar negeri.

Bukti ketertarikan pembeli dari mancanegara tersebut terlihat dalam pameran Trade Expo 2009 di Jakarta International Expo Center. Stand kopi Luwak milik PTPN XII tersebut ramai dikunjungi oleh pembeli asing.

Sayangnya, data Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) menunjukkan, nilai perdagangan yang dihasilkan dari komoditas kopi hanya mencapai US$ 12 juta, atau 0,78% dari total transaksi di hari pertama TEI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan