JAKARTA. Sejumlah komisioner Komisi Pemilihan Umum provinsi menilai ide penundaan pemilihan kepala daerah serentak yang digulirkan sebagian fraksi di DPR tidak perlu dilakukan mengingat KPU di daerah telah siap. Penundaan pilkada serentak berpotensi menyebabkan ketidakpastian sekaligus menambah beban pendanaan pilkada. "Daerah sudah siap. Regulasi sudah ada dan anggaran juga siap. Mohon kami di daerah diberikan keleluasaan untuk bisa bekerja setenang mungkin," kata komisioner KPU Provinsi Sumatera Utara, Evi Novida Ginting, di sela-sela rapat kerja KPU dan KPU daerah di Kantor KPU, Jakarta, Selasa (7/7). Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah pimpinan fraksi yang menghadiri rapat konsultasi pemerintah bersama DPR di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, kembali mendesak pemerintah dan KPU menunda pelaksanaan pilkada serentak di 9 provinsi dan 260 kabupaten/kota pada Desember 2015.
Di Sumatera Utara, pilkada akan digelar di 23 kabupaten/kota. Menurut Evi, wacana penundaan pilkada serentak berpotensi menimbulkan ketidakpastian di tengah masyarakat yang telah mengikuti tahapan pilkada serentak. Pendapat serupa diutarakan komisioner KPU Provinsi Bengkulu, Zainan Saiman. Dia menilai tak ada alasan kuat untuk menunda pelaksanaan pilkada serentak karena KPU daerah sudah siap. Penundaan, kata Zainan, hanya akan merugikan para calon ataupun partai politik yang sudah bersiap berkompetisi dalam pilkada. "Kalau pilkada ditunda, itu (penyebabnya) dari DPR, bukan karena kami. Kami di daerah sudah siap, tidak ada persoalan," katanya. Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay, mengaku KPU mendapat banyak masukan dari KPU di daerah yang meminta pilkada serentak tidak ditunda. Hingga saat ini, pihaknya juga berpendapat penundaan pilkada tidak diperlukan. Hadar memperkirakan penundaan akan menyebabkan biaya pilkada lebih tinggi. Sebagai contoh, jika terjadi penundaan pilkada selama dua bulan, berarti honorarium petugas yang semula harus dibayar 8 bulan menjadi 10 bulan. Dalam rapat kerja peningkatan kapasitas pelaporan dana kampanye pilkada itu, komisioner KPU, Ida Budhiati, meminta KPU di daerah tetap bekerja tenang mengacu pada regulasi. Selain itu, ia meminta mereka bisa bekerja lebih baik agar pelayanan dan aspek administrasinya bisa lebih tertata. "Terkait laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan, kami juga meminta KPU di daerah untuk terus mengupayakan agar seluruh (catatan) yang direkomendasikan itu dilaksanakan sesuai waktu yang ditentukan, awal Agustus," ujarnya. Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu Lampung menemukan 700 kartu tanda penduduk (KTP) dukungan calon independen belum terverifikasi dan 20 dukungan bermasalah. Temuan tersebut terungkap saat anggota Bawaslu memeriksa dukungan calon independen ke Panitia Pemungutan Suara Kelurahan Waydadi, Kecamatan Sukarame. Temuan tersebut disampaikan Ketua Bawaslu Lampung Fatikhatul Khoiriyah, Senin. "Dari 1.449 KTP dukungan untuk bakal calon wali kota Bandar Lampung dari jalur independen, M Yunus-Ahmad Muslimin, 700 KTP belum terverifikasi. Selain itu, masih ada 20 KTP di antaranya yang bermasalah," ungkapnya. Guna menindaklanjuti 700 KTP yang belum terverifikasi, Bawaslu sempat meminta tim sukses calon independen untuk melakukan verifikasi. Namun, hal itu tidak disanggupi tim sukses yang bersangkutan. Mengenai 20 KTP yang dinyatakan bermasalah, Fatikhatul menjelaskan hal itu terjadi karena pemilik KTP menyatakan tidak mendukung M Yunus-Ahmad Muslimin. Ke-20 dukungan fiktif tersebut akhirnya dicoret.
Dengan temuan tersebut, jumlah dukungan bagi M Yunus-Ahmad Muslimin yang memenuhi syarat di Kecamatan Sukarame pun berkurang. Selain itu, akan ada beberapa pihak yang bisa terkena ancaman pidana pelanggaran pemilu. "Kalau dukungan tidak diverifikasi, bisa diancam pidana enam tahun sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015," ujar Fatikhatul. Menurut Ketua KPU Kota Bandar Lampung Fauzi Heri, 700 KTP dukungan yang tidak terverifikasi dan 20 KTP bermasalah itu dinyatakan tidak memenuhi syarat. KPU Kota Bandar Lampung juga memanggil Panitia Pemungutan Suara yang bersangkutan untuk melakukan klarifikasi. (GAL/GER) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie