KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permintaan kredit korporasi perbankan tercatat melesu pada pertengahan tahun ini. perlambatan utamanya terjadi pada sektor pertambangan, sektor perdagangan, dan sektor infokom. Dikutip dari Survei Penawaran dan Permintaan Pembayaran Perbankan Mei 2023 yang di rilis BI, tercatat kebutuhan pembiayaan korporasi pada Mei 2023 terindikasi tetap tumbuh positif meski tidak setinggi bulan sebelumnya. Hal tersebut tecermin dari saldo bersih tertimbang (SBT) pembiayaan korporasi sebesar 12,5% lebih rendah dari SBT 19,8% pada April 2023. Lesunya kredit korporasi dialami terutama pada sektor pertambangan, sektor perdagangan dan sektor infokom. BI menyebut, perlambatan yang terjadi merupakan dampak dari penurunan kegiatan operasional karena lemahnya permintaan domestik dan ekspor, serta penundaan sejumlah rencana investasi.
Baca Juga: Korporasi Tahan Ekspansi, Kredit Sindikasi Perbankan Turun 11,14% di Semester I 2023 BI juga memperkirakan kebutuhan pembiayaan korporasi pada tiga bulan yang akan datang atau hingga Agustus 2023 akan tetap tinggi meski tidak setinggi pertumbuhan pada periode sebelumnya. Hal ini terindikasi dari SBT kredit korporasi yang mencapai 23,2% pada Agustus 2023, lebih rendah dibandingkan dengan SBT 29% pada bulan sebelumnya. Pada tiga bulan yang akan datang, perlambatan utamanya terjadi pada sektor konstruksi, sektor pertambangan, dan sektor pertanian sebagai dampak permintaan dari mitra dagang yang masih lemah. Kemudian, terdapat pesimisme akan peningkatan permintaan masyarakat. Pengamat Pasar Modal Universitas Indonesia (UI) Budi Frensidy menilai, perlambatan pada penyaluran kredit korporasi disebabkan oleh tingkat bunga yang tinggi dan pengusaha masih
wait & see menunggu hasil pemilu 2024. "Exportir di luar komoditi sedang mengalami tantangan
demand dari
market export dan limpahan
oversupply produk dari China sehingga produsen domestik kalah bersaing," ujar Budi kepada kontan.co.id, Kamis (13/7). Menurutnya, kredit korporasi yang menunjang saat ini yakni pada sektor otomotif dan properti dengan segala
value chain-nya (suku cadang), pertambangan, dan perkebunan. "Dalam upaya meningkatkan kredit korporasi spread atau NIM bank harus dipangkas sehingga suku bunga turun. Ini akan mendorong stabilitas politik dan keamanan menjelang pemilu," kata Budi. Adapun Pengamat Perbankan, SVP, Head of Research Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan, penyebab perlambatan penyaluran kredit korporasi yakni lebih kepada rentetan dampak dari pandemi yang membuat perusahaan masih menahan ekspansi, inflasi dan tren kenaikan suku bunga yang juga membuat perlambatan penyaluran kredit korporasi.
Baca Juga: Penyaluran Kredit Sindikasi Perbankan Lesu di Semester I 2023 "Tren hingga semester I tahun ini diproyeksikan masih tetap sama agak melambat dibanding tahun lalu. Hingga akhir tahun juga diproyeksikan masih tetap melambat dan kenaikan lebih banyak ditopang dari sektor infrastruktur," ungkap Trioksa. Dalam meningkatkan kredit korporasi, kata Trioksa perbankan bisa melakukan penurunan suku bunga dan perbanyak investasi serta belanja infrastruktur. Walau demikian, sejumlah perbankan tetap optimistis kredit korporasi masih akan mengalir kencang pada tahun ini. PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) misalnya yang tetap optimis permintaan kredit korporasi tetap meningkat di tahun ini. Adapun kontributor terbesar bagi pertumbuhan kredit korporasi berasal dari sektor jasa keuangan, infrastruktur sarana angkutan, dan properti dan konstruksi. Executive Vice President (EVP) Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan, kredit korporasi masih menjadi kontributor utama bagi total kredit BCA. Per Maret kredit korporasi naik 11,7% YoY mencapai Rp 320,5 triliun. "Kami akan terus mencari peluang untuk meningkatkan portofolio kredit, serta mendukung pemulihan ekonomi di berbagai sektor. BCA juga akan mengkaji peluang di berbagai sektor, sekaligus mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dengan penerapan manajemen risiko yang disiplin," ujar Hera. Direktur Utama BSI Hery Gunardi juga mengaku, tengah berupaya meningkatkan porsi pembiayaan korporasinya. Saat ini, nasabah
wholesale termasuk korporasi masih kalah dibandingkan nasabah ritel dengan porsi 30% dibandingkan dengan nasabah ritel. "Dalam setahun sampai dua tahun ke depan, kami menargetkan perbandingan porsi nasabah
wholesale bisa meningkat menjadi 35%. Dengan sektor nasabah
wholesale yang disasar yakni
health care, telekomunikasi, serta infrastuktur," ujar Hery. Sementara Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi menyatakan, kendati per Mei 2023 pertumbuhan pada kredit korporasi terbatas, pertumbuhan sampai dengan akhir tahun, dan peluang untuk ekspansi masih cukup baik.
Baca Juga: OJK Utak-Atik Klasifikasi Modal Asuransi, Merger dan Akuisisi Bakal Terjadi? "Tentunya kami juga mewaspadai belum stabilnya ekonomi akibat dampak dari inflasi global yang belum sepenuhnya terkendali terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Meski demikian kami optimis laju pertumbuhan kredit korporasi masih tetap terjaga positif sampai dengan akhir tahun 2023 nanti," jelasnya. Yuddy menyebut, pertumbuhan kredit korporasi utamanya didorong melalui penetrasi produk holding terhadap
anchor client perseroan, maupun penyaluran secara sindikasi bersinergi dengan perbankan lainnya. Per triwulan I tahun 2023 lalu kredit pada segmen korporasi bank BJB mencapai Rp 16,5 triliun atau tumbuh 14,7% secara
year on year, yang sebagian besar dikontribusikan dari sektor perdagangan, konstruksi, lembaga jasa keuangan serta industri pengolahan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .