KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permintaan kredit yang semakin menggeliat menjadi sinyal bagi perbankan untuk kembali melirik penerbitan surat utang untuk mendukung ekspansi bisnis. Terlebih, semasa pandemi, bank telah mengurungkan niat untuk merilis obligasi atau sukuk baru. Head of Economics Research Pefindo Fikri C Permana mengakui permintaan kredit seiring mengeliatnya sektor riil bisa mendorong bank untuk memilih menerbitkan surat utang. Namun, ia menilai bank masih akan menundanya, lantaran likuiditas perbankan semakin masih sangat longgar. Ini tercermin dari loan to deposit ratio (LDR) per Juli 2021 yang ada di level 80,17%. “Agar bank menerbitkan obligasi, permintaan kredit harus lebih tinggi lagi dibandingkan Agustus 2021 yang naik 1,12%. Ini tidak cukup mendorong bank, setidaknya LDR ke level di atas 90% dulu, baru bank baru kembali memilih pendanaan dari pasar modal termasuk obligasi,” ujar Fikri kepada Kontan.co.id pada Senin (4/10).
Menurut Fikri, sebenarnya tingkat yield obligasi korporasi sudah cukup rendah sehingga akan menarik bagi bank untuk menerbitkan surat utang. Di sisi lain, bunga acuan Bank Indonesia dan bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) turun membuat bunga deposito rendah. “Jadi ini mendorong dana murah perbankan, begitupun bank semakin gemar memperbesar dana murah mereka. Bank juga masih mencari ruang untuk memaksimalkan likuiditas dengan meningkatkan kepemilikan surat berharga,” jelasnya.
Baca Juga: UMKM butuh kredit Rp 1.605 triliun, peluang bagi BRI, BTPN Syariah dan bank lain Kendati demikian, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk telah menerbitkan Additional Tier-1 Capital Bond Tahun 2021 sebesar US$ 600 juta atau sekitar Rp 8,6 triliun dengan asumsi nilai tukar Rp 14.299 per dolar AS. Surat berharga yang dilepas dengan suku bunga 4,3% per tahun ini merujuk pada ketentuan Regulation S (Reg S), berdasarkan US Securities Act, dan didaftarkan di Singapore Stock Exchange. Ini sebagai langkah BNI untuk memanfaatkan peluang yang masih sangat terbuka dan melakukan ekspansi bisnis. Penguatan modal ini juga dimaksudkan untuk menambah bantalan dalam memitigasi risiko usaha yang mungkin timbul di tengah ketidakpastian akibat pandemi Covid – 19. Atas aksi perseroan ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyetujui penetapan dana dari penerbitan BNI Additional Tier-1 Capital Bond Tahun 2021 tersebut sebagai Modal Inti Tambahan. Ketentuan tersebut berlaku sejak surat keputusan OJK diterbitkan pada 30 September 2021. “Ini untuk penguatan modal dan mendukung pertumbuhan bisnis bank. Per Juni 2021, capital adequacy ratio (CAR) BNI di level 18,18%, Dengan Additional Tier-1 Capital Bond ini, CAR BNI jadi kisaran 20%,” ujar Novita kepada Kontan.co.id, Senin (4/10). Adapun fitur dalam Additional Tier-1 Capital Bond Tahun 2021 yang diterbitkan ini merupakan instrumen utang yang memiliki karakteristik modal, bersifat subordinasi, tidak memiliki jangka waktu, dan pembayaran imbal hasil tidak dapat diakumulasikan atau perpetual non-cumulative subordinated debt. Penguatan modal BNI akan terus terjadi lantaran, komisi VI DPR RI juga telah menyetujui usulan tambahan Penyertaan Modal Negara (PNM) tahun anggaran 2022, sebesar Rp 3,5 triliun untuk bank berlogo 46 ini. Suntikan modal ini akan masuk ke BNI melalui skema rights issue pada tahun depan juga akan digunakan bisnis bank. PT Bank KB Bukopin Tbk juga sudah menerbitkan obligasi dengan tujuan mendukung ekspansi kredit perseroan di segmen UMKM dan konsumer seperti KPR dan Kredit Kepemilikan Kendaraan Bermotor, serta memperkuat struktur pendanaan dana jangka panjang perseroan.
Baca Juga: Gencar dapat pendanaan, Kredivo terdorong untuk semakin ekspansif KB Bukopin menerbitkan Obligasi Berkelanjutan I KB Bukopin Tahap I Dan Obligasi Subordinasi Berkelanjutan III KB Bukopin Tahap I Tahun 2021 yang memberikan tingkat kupon kompetitif. Masing – masing suku bunga kupon yang diberikan 6,25% untuk Obligasi, 8,00% untuk Obligasi Subordinasi seri A, dan 8,90% untuk Obligasi Subordinasi seri B. Sebagai informasi, Perseroan menerbitkan jumlah Pokok Obligasi dengan nilai maksimal Rp 1 triliun, jumlah pokok Obligasi Subordinasi Seri A dengan nilai maksimal Rp 315 miliar, dan Jumlah Pokok Obligasi Subordinasi Seri B yang ditawarkan Rp 685 miliar. Sehingga total penghimpunan dana yang ditargetkan dari aksi korporasi ini mencapai Rp 2 triliun.
Kedua surat utang tersebut merupakan kali pertama Perseroan menerbitkan obligasi sejak 2017 lalu. Sehubungan dengan penerbitan surat utang tersebut, hingga saat ini Perseroan berhasil membukukan pesanan surat utang tersebut dengan nominal yang melebihi ekspektasi dari alokasi penerbitan. Pada di 9 September 2021 lalu, Obligasi yang berhasil dihimpun mencapai Rp 1,413 trilun, jumlah pokok Obligasi Subordinasi Seri A mencapai Rp 357,5 milar, dan jumlah pokok Obligasi Subordinasi Seri B mencapai Rp 734,5 miliar. President Director KB Bukopin Chang Su Choi Menjelaskan, dana yang akan dihimpun nantinya akan mampu mendongkrak rasio CAR sekaligus sebagai bekal dalam melakukan ekspansi bisnis dalam waktu dekat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi