Permintaan Logam Dunia Menurun, Rio Tinto Putuskan Pecat 14.000 Karyawan



MELBOURNE. Perusahaan pertambangan ketiga terbesar dunia, Rio Tinto Group, akan mengeliminasi 14.000 pekerja dan memotong anggaran belanja pada tahun depan untuk mengurangi tingkat utangnya. Rio terpaksa melakukan kebijakan ini akibat krisis finansial global yang akhirnya menurunkan permintaan akan logam dunia.

Sejak dilakukannya review operasional perusahaan kuartal tiga pada 15 Oktober, “Kondisi permintaan logam semakin memburuk. Alhasil, perusahaan harus melakukan prioritas melalui penghematan dan mengurangi jumlah utang jangka pendek,” jelas manajemen Rio dalam keterbukaan informasi di Bursa Australia hari ini. Jumlah pekerja yang akan dirumahkan itu setara dengan 14% dari 97.000 total pekerja Rio.

Sebelumnya, CEO Rio Tom Albanese juga sudah mendesak untuk melakukan rencana penjualan aset senilai US$ 10 miliar pada tahun ini seiring perlambatan ekonomi dan anjloknya harga komoditas. Rio berencana untuk mengurangi jumlah utang sekitar US$ 10 miliar pada akhir 2009. Ini merupakan kali kedua Rio melakukan pemangkasan utang. Sebelumnya, pada kuartal III lalu, Rio sudah melunasi utang sebesar US$ 3,2 miliar dari total utang sebesar US$ 38.9 miliar.


“Kami akan meminimalkan operasional dan modal kerja ke level terendah hingga kami melihat ada tanda-tanda perbaikan di pasar kami. Selain itu, kami juga akan memperbanyak jumlah aset yang kami targetkan untuk divestasi,” jelas Albanese.

Credit Suisse Group AG pada 2 Desember lalu mengatakan, perusahaan kemungkinan besar akan menunda pembangunan proyek-proyek baru dan ekspansi tahun depan seiring menurunnya permintaan logam akibat krisis finansial.

Sementara itu, BHP Billiton Ltd juga menarik kembali penawarannya untuk mengakuisisi Rio secara paksa pada 25 November lalu senilai US$ 66 miliar. Itu dikarenakan Rio memiliki utang sebesar US$ 42,1 miliar. Selain itu, saat ini permintaan akan komoditas juga semakin menurun. Catatan saja, Rio memangkas produksi biji besinya pada bulan lalu sebesar 10% pada tahun ini yang disebabkan rendahnya permintaan dari produsen baja di China.

Editor: Didi Rhoseno Ardi