KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Penyaluran kredit korporasi perbankan masih menunjukkan tren perlambatan hingga penghujung tahun 2025. Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan pertumbuhan kredit korporasi per Oktober 2025 hanya mencapai 10,2% secara tahunan (
year on year/yoy) mencapai Rp 4.484,7 triliun, melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang masih tumbuh 10,5% yoy. Advisor Banking & Finance Development Center Moch Amin Nurdin menilai, kondisi tersebut dipengaruhi oleh sikap pelaku usaha yang masih cenderung menahan ekspansi. Ketidakpastian arah suku bunga menjadi salah satu faktor utama yang membuat pengusaha bersikap
wait and see. “Banyak korporasi memilih menggunakan dana internal terlebih dahulu. Dari sisi bank, meskipun rasio kredit bermasalah atau NPL masih relatif kecil, tingkat
undisbursed loan masih cukup tinggi, sehingga bank menjadi lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit baru,” ujar Amin kepada Kontan Jumat (19/12/2025).
Baca Juga: Laba BNI Turun 6% Hingga November 2025 Dari sisi sektoral, Amin menyebut pelemahan permintaan kredit korporasi terutama berasal dari sejumlah sektor utama. “Kontribusi pelemahan terbesar datang dari sektor perdagangan, pertambangan, dan industri,” jelasnya. Ke depan, Amin memproyeksikan pertumbuhan kredit korporasi masih akan terbatas hingga akhir tahun ini. Menurutnya, pertumbuhan kredit korporasi pada akhir 2025 diperkirakan hanya akan berada di level
double digit tipis. “Untuk korporasi, kemungkinan baru akan benar-benar menggeliat pada kuartal II 2026,” tambahnya. Untuk mengatasi kondisi tersebut, Amin menilai perbankan perlu melakukan sejumlah langkah strategis. Salah satunya adalah mengoptimalkan pembiayaan sindikasi guna berbagi risiko, khususnya untuk proyek-proyek berskala besar.
Baca Juga: Kredit Menganggur di Perbankan Capai Rp 2.509 Triliun Per November 2025 Selain itu, pendekatan yang lebih personal kepada debitur juga dinilai penting, terutama untuk mendorong realisasi
undisbursed loan agar dapat segera ditarik dan berkontribusi terhadap pertumbuhan kredit. “Pendekatan yang lebih intensif kepada nasabah korporasi bisa dioptimalkan agar
undisbursed loan bisa terealisasi, sehingga pertumbuhan kredit dapat lebih terjaga,” tutup Amin. Dari sisi perbankan, PT Bank CIMB Niaga Tbk mencatat pertumbuhan kredit korporasi yang masih positif hingga akhir 2025, meski lajunya cenderung terbatas. Hal ini sejalan dengan kondisi permintaan kredit dari segmen korporasi yang masih relatif rendah. Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan mengatakan, pertumbuhan kredit korporasi perseroan saat ini masih berada di bawah 5%. Menurutnya, pertumbuhan yang moderat tersebut lebih disebabkan oleh sisi permintaan (
demand) yang belum sepenuhnya pulih. “Kredit korporasi kami masih tumbuh positif, namun relatif
mild di bawah 5%. Mayoritas karena memang
demand untuk kredit masih rendah,” ujar Lani. Ia menambahkan, lemahnya permintaan kredit korporasi tersebut terlihat cukup merata di berbagai segmen. Dengan kata lain, perlambatan tidak hanya terjadi pada sektor tertentu, melainkan bersifat
uniform di hampir seluruh segmen korporasi. Ke depan, prospek pertumbuhan kredit korporasi CIMB Niaga akan sangat bergantung pada dinamika kondisi ekonomi makro. Faktor pemulihan daya beli dinilai menjadi salah satu kunci untuk mendorong kembali permintaan pembiayaan dari sektor korporasi.
Baca Juga: Asosiasi Dana Pensiun Perkirakan Peserta DPLK Akan Tumbuh 5%–7% pada Tahun 2026 “Tahun depan akan sangat bergantung pada kondisi ekonomi dan apakah ada perbaikan dari daya beli,” jelas Lani. Sementara di tengah tren perlambatan penyaluran kredit korporasi secara industri, PT Bank Oke Indonesia Tbk alias OK Bank mencatat kinerja yang relatif solid. Secara tahunan, penyaluran kredit korporasi bank ini justru masih tumbuh signifikan. Direktur OK Bank Efdinal Alamsyah menyampaikan, hingga November 2025, kredit korporasi perseroan tumbuh 23% secara tahunan (
year on year/yoy). Adapun secara bulanan, terdapat penurunan tipis sekitar 2%
month on month (mom). Namun demikian, penurunan tersebut dinilai masih dalam batas normal dan tidak mencerminkan perlambatan yang bersifat struktural. “Fluktuasi bulanan ini lebih bersifat teknis dan sementara, sehingga belum dapat disimpulkan sebagai pelemahan kinerja kredit korporasi,” jelas Efdinal. Ke depan, pihaknya optimistis prospek penyaluran kredit korporasi akan membaik. Ekspektasi penurunan suku bunga acuan pada tahun depan diperkirakan dapat menjadi katalis positif bagi peningkatan permintaan kredit dari sektor korporasi. Sementara itu, hingga akhir tahun ini, realisasi penyaluran kredit OK Bank dipastikan masih berada sejalan dengan target dalam Rencana Bisnis Bank (RBB). Dalam menyikapi dinamika pasar, OK Bank terus melakukan sejumlah langkah strategis. Perseroan mengoptimalkan
pipeline kredit korporasi yang berkualitas, memperdalam hubungan dengan debitur eksisting, serta menerapkan selektivitas penyaluran kredit dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian. Selain itu, penyesuaian strategi pembiayaan juga dilakukan agar tetap kompetitif sekaligus berkelanjutan di tengah perubahan kondisi ekonomi dan industri perbankan. “Dengan pendekatan yang
prudent dan fokus pada kualitas, kami optimistis kinerja kredit korporasi dapat tetap tumbuh secara sehat,” tutup Efdinal. Di sisi lain, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) terus mendorong penyaluran kredit di berbagai segmen dan sektor usaha, termasuk segmen korporasi, dengan ditopang oleh kondisi likuiditas yang memadai. Namun demikian, ekspansi kredit tetap dilakukan secara
prudent dengan mempertimbangkan dinamika ekonomi makro, baik domestik maupun global. Hera F. Haryn, EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA menyampaikan bahwa secara umum, pertumbuhan kredit perbankan akan berjalan seiring dengan kondisi perekonomian. Hingga September 2025, kredit korporasi BCA tercatat tumbuh 10,4% secara tahunan menjadi Rp 436,9 triliun. Capaian tersebut menjadi pertumbuhan tertinggi dibandingkan dengan segmen kredit lainnya. "Pertumbuhan kredit korporasi ini mencerminkan masih adanya kebutuhan pembiayaan dari pelaku usaha, di tengah kondisi ekonomi yang masih menghadapi sejumlah tantangan. Dukungan likuiditas yang kuat memungkinkan BCA tetap aktif menyalurkan kredit, sekaligus menjaga kualitas aset," jelasnya. Ke depan, BCA menegaskan akan terus menjaga keseimbangan antara kecukupan likuiditas dan ekspansi kredit yang sehat. Penyaluran kredit akan tetap disesuaikan dengan perkembangan kondisi pasar serta profil risiko, agar pertumbuhan kredit dapat berjalan secara berkelanjutan.
“BCA akan terus mencermati perkembangan ekonomi dan risiko pasar, sehingga ekspansi kredit tetap sejalan dengan prinsip kehati-hatian,” ujar Hera.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News