Permintaan memang naik, tapi sarung impor mengancam



Permintaan sarung untuk beribadah bagi umat Islam melonjak 30%-100% selama bulan Ramadan. Sayang, dengan alasan membanjirnya produk impor dan seretnya pasokan bahan baku, produsen sarung dalam negeri sulit memanfaatkan momentum itu.Bagi umat Muslim, sarung merupakan salah satu perlengkapan wajib saat menunaikan salat atau kegiatan keagamaan lain.Tak heran bila selama Ramadan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri, sarung kerap dijadikan hadiah atau bingkisan yang diberikan umat Islam kepada para kolega atau kerabatnya. Otomatis, permintaan sarung menjelang hari raya keagamaan tersebut selalu melonjak tinggi. Para produsen sarung pun memanfaatkan kondisi tersebut untuk mendongkrak pendapatan. Salah seorang yang mencium peluang itu adalah Agus Jatmiko. Dengan bendera usaha Grosir Grosir, dia telah menekuni usaha pembuatan sarung sejak dua tahun lalu di Solo, Jawa Tengah. Sarung produksi Grosir Grosir terbuat dari benang tenun. Selain motif kotak-kotak yang sudah jamak di pasaran, Jatmiko juga memproduksi sarung polos dengan kombinasi garis pada motifnya. "Model sarung seperti ini banyak dicari," kata pria berusia 30 tahun tersebut.Bukan hanya memasarkan sarung tenun, Jatmiko juga menjual sarung khas Samarinda, Kalimantan Timur. Harga kedua jenis sarung itu bervariasi. Untuk sarung tenun, Jatmiko membanderolnya di kisaran Rp 310.000-Rp 1,3 juta per kodi. Sedangkan sarung Samarinda dijual Rp 440.000-Rp 1,3 juta per kodi.Jatmiko bilang, usahanya mengalami peningkatan permintaan sejak tiga pekan sebelum bulan Ramadan. Belajar dari pengalamannya tahun lalu, dia memprediksi, selama Ramadan tahun ini, omzetnya bakal melejit hingga 30% dibandingkan bulan-bulan biasa.Sekadar perbandingan, pada bulan biasa, dia rata-rata memproduksi sarung 20 kodi sebulan. Dengan rata-rata penjualan Rp 800.000 per kodi, omzet Jatmiko mencapai Rp 16 juta dalam satu bulan.Produsen sarung yang juga berharap berkah dari penjualan di bulan Ramadan adalah CV Arca Baruna di Bandung, Jawa Barat. Tapi, berbeda dengan usaha yang ditekuni Jatmiko, Arca Baruna lebih fokus menjual sarung Samarinda. Motif kontemporer dan kaya warna menjadi alasannya memilih berdagang sarung ini. Lagipula, "Model sarung ini lebih digemari ketimbang motif kotak-kotak biasa," ujar Ardin Carlo, Bagian Pemasaran CV Arca Baruna.Menurutnya, bahan baku sarung produksinya adalah poliester dan dibuat dengan cara cetak. Menyasar kelas menengah, sarung ini dibanderol Rp 150.000-Rp 600.000 per kodi.Ardin juga tidak menampik, penjualan sarung perusahannya melonjak saat ini. "Biasanya tiga bulan sebelum Ramadan hingga H-7 Lebaran. Selama periode itu, kami bisa memproduksi sarung 100-200 kodi," katanya.Namun, Ardin memperkirakan, penjualan sarung di Ramadan tahun ini tidak sebaik tahun lalu. Sebab, banjirnya sarung impor dari China dan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) membuat produsen sarung tak bisa seenaknya menggenjot produksi. Sementara, daya beli masyarakat juga turun tergerus kenaikan TDL.Keluhan senada diungkapkan Abdul Khalim, produsen sarung tenun di Pemalang, Jawa Tengah. "Terkadang ada aksi curang importir yang sengaja menimbun bahan benang rayon agar harga naik di pasaran naik," imbuhnya. Maklum, selain benang rayon lokal, perajin tenun juga memakai benang tenun impor dari China dan India. Selain faktor bahan baku, kemampuan tenaga kerja juga mempengaruhi produktivitas produksi. Sebab, Abdul masih memproduksi sarung tenun secara manual. Jadi, produksi Sarung Abdul selama Ramadan sama seperti bulan biasa, yakni 25 kodi. Harga sarungnya adalah Rp 1 juta-Rp 2 juta per kodi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi