Permintaan menambah kekuatan harga minyak



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tidak hanya sentimen dari Timur Tengah, China dan Amerika Serikat (AS) ikut mendorong pergerakan harga minyak mentah dunia. Data impor negara Tirai Bambu yang membaik dan ketegangan AS dengan Iran mendorong harga minyak.

Selasa (17/10), pukul 17.00 WIB harga minyak jenis west texas intermediate (WTI) di New York Mercantile Exchange diperdagangkan di level US$ 52,09. Angka ini naik 0,42% dari penutupan di hari sebelumnya. Dalam sepekan harga minyak sudah naik 2,30%.

Research & Analyst Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar menjelaskan, sentimen positif yang menyebabkan harga minyak terapresiasi adalah naiknya impor minyak China pada periode September lalu. "Naiknya impor China ini seiring dengan meningkatnya permintaan minyak global tahun ini dan tahun depan sebanyak 30.000 barel per hari," jelas Deddy saat dihubungi KONTAN, hari ini.


Walau sempat dilaporkan mengalami perlambatan ekonomi, China diperkirakan bakal menambah angka impor minyak mentah hingga 13% year to date atau naik 11% year on year pada kuartal keempat. China tengah memperketat kebijakan moneter dan mengurangi risiko keuangan dalam ekonomi, hal ini dapat memberi umpan balik dan menyeret seluruh kinerja makroekonomi dan menaikkan permintaan bahan bakar.

Ada juga angin segar dari AS yang melaporkan penurunan produksi pada bulan September sebanyak 81.000 barel per hari menjadi 9,48 juta barel per hari. Pemangkasan produksi ini disebabkan turunnya aktivitas lima sumur pengeboran minyak AS pada pekan lalu. Dengan demikian, terdapat total 743 unit yang beroperasi atau terendah sejak awal bulan Juni lalu. "Selain itu ada juga sanksi baru terhadap Iran akan berdampak pada pasokan minyak di pasar global," lanjut Deddy.

Sebagai informasi, saat ini Iran dan AS dalam posisi bersitegang akibat ancaman AS yang bakal memberikan embargo pada Iran bila tidak menghentikan aktivitas reaktor nuklirnya. Pada masa kepempimpinan Barrack Obama, anggota negara G6 menyetujui kebijakan untuk melonggarkan tekanan pada program nuklir Iran. Namun Trump berpendapat lain dan menyebut kesepakatan tersebut sebagai salah satu kesepakatan terburuk dalam sejarah AS.

Hingga akhir tahun, Deddy memperkirakan harga minyak dapat bergerak lebar dengan kisaran US$ 50-US$ 55 per barel.

Secara teknikal, Deddy melihat adanya potensi koreksi walau bersifat terbatas. Hal ini ditunjukkan dari perguliran grafik moving average (MA) 50, MA 100, dan MA 200 yang positif. Relative strength index di area 62 dengan peluang menguat terbuka, MACD di positif. Namun stochastic tengah memasuki level 88 area overbought yang berpotensi koreksi. 

Deddy memperkirakan esok harga minyak mentah berada di kisaran US$ 51,50-US$ 52,80 per barel. Sedangkan dalam sepekan, harga minyak bakal bergerak pada US$ 51,00-US$ 52,15 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati