Permintaan naik, impor kimia meroket



JAKARTA. Impor bahan baku industri kimia diproyeksikan meningkat sebesar 9% dibandingkan tahun lalu. Pasalnya, permintaan terhadap bahan baku produk kimia di dalam negeri terus bertambah.

Kementerian Perindustrian mencatat, tahun lalu, impor bahan baku industri kimia mencapai US$ 17 miliar. Dengan perhitungan kenaikan tersebut, berarti nilai impor bahan baku untuk industri kimia bisa mencapai US$ 18,5 miliar. "Impor ini untuk mengimbangi tumbuhnya permintaan di industri hilir dan konsumsi masyarakat," ujar Tony Tanduk, Direktur Industri Kimia Dasar Kementrian Perindustrian (Kemperin) akhir pekan lalu.

Beberapa bahan baku yang impornya cukup besar di antaranya adalah petrokimia, olahan karet, bahan baku farmasi, pigmen, minyak atsiri dan preparat wewangian, serta beberapa bahan baku lain.


Di satu sisi, kata Tony, kenaikan impor menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang positif karena akan mendorong konsumsi. Namun, di sisi lain, kenaikan impor menunjukkan industri hulu kimia tidak berkembang. Maka, "Pemerintah sudah sepakat untuk memprioritaskan pembangunan kilang baru," kata Tony.

Mengutip road map versi pemerintah, ada kilang minyak baru yang sudah beroperasi di 2019. Beberapa pihak dari luar negeri, seperti dari Arab Saudi, Kuwait, Iran, serta Irak, sudah menyatakan tertarik untuk ikut serta.

Seperti diketahui, rencana PT Pertamina (Persero) untuk membangun kilang bersama dengan Kuwait terganjal ketiadaan insentif. Kuwait meminta keringanan pajak seperti pembebasan bea masuk untuk barang modal. Tetapi, permintaan Kuwait itu tidak diamini oleh pemerintah.

Nah, supaya target lima tahun mendatang bisa dipenuhi, Tony bilang PT Pertamina (Persero) bisa membangun kilang meski tanpa adanya investor. Caranya adalah dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Butuh banyak kilang

Sofjan Wanandi, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meragukan rencana pembangunan kilang bisa terwujud. Ia mengingat, pemerintah sudah menjanjikan kehadiran kilang baru sejak 10 tahun lalu. Nyatanya, sampai kini tak ada satu pun kilang beroperasi.

Ia membenarkan, untuk menekan nilai impor bahan baku kimia, jumlah kilang yang ada saat ini di Indoesia harus ditambah. Penambahan itu untuk mengimbangi melonjaknya kebutuhan petrokimia. Dalam lima tahun mendatang, Sofjan memperkirakan, Indonesia perlu tiga hingga lima kilang baru. "Dari kebutuhan itu, pemerintah hanya bisa bangun satu sampai dua kilang," ujar Sofjan.

Menurut Sofjan, opsi pengelolaan kilang oleh perusahaan swasta jauh lebih feasible. Peran pemerintah, menurut Sofjan, adalah melakukan perjanjian secara government to government dengan negara pemasok minyak mentah untuk menjamin ketersediaan pasokan bahan baku dengan harga yang lebih murah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan