JAKARTA. Siapkan duit Anda. Mulai Jumat (20/9), obligasi negara ritel seri 010 alias ORI010 akan dijual. Instrumen bertenor tiga tahun ini memberi imbalan 8,5% per tahun. Pemerintah menetapkan minimal pemesanan Rp 5 juta dan maksimal Rp 3 miliar. Pemerintah sebagai penerbit ORI menerapkan fitur minimum satu
coupon holding period. Investor baru dapat menjual kepemilikan ORI010 setelah pembayaran kupon pertama. Investor akan menerima pembayaran kupon pada tanggal 15 setiap bulan. Pemerintah menargetkan dana segar Rp 20 triliun dari ORI010. Fatati Sriwahyuni, Kepala Sub Bidang Analisis Laporan Keuangan dan Pasar Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Kementerian Keuangan mengatakan, kenaikan suku bunga acuan BI rate dan merangkaknya suku bunga penjaminan LPS menjadi pertimbangan pemerintah dalam menetapkan kupon. "Kami juga mempertimbangkan inflasi dan sebagainya," ujar Fatati, Rabu (18/9).
Desmon Silitonga, analis Millenium Danatama Asset Management mengatakan, besaran kupon tersebut menjadikan ORI010 lebih kompetitif ketimbang deposito. Selain karena kuponnya yang lebih besar ketimbang deposito, ORI juga memiliki daya tarik karena hanya dikenai pajak 15%. Deposito memiliki potongan pajak 20%. Desmon menghitung, investor akan merasakan manfaat maksimal dari investasi ORI dengan minimum investasi Rp 100 juta. Dengan nilai tersebut, investor akan memperoleh keuntungan setelah pajak sebesar Rp 7,22 juta per tahun. Sehingga imbal hasil per bulan yang masuk ke kantong investor bisa sekitar Rp 602.083. "Nanti riilnya tinggal dipotong administrasi dan fee untuk broker," ujar Desmon. Imbal hasil tersebut belum memperhitungkan potensi
capital gain dari kenaikan harga ORI di pasar sekunder. Dengan hitungan ini, menurut Desmon, hanya imbal hasil investasi di saham yang dapat mengalahkan ORI. "Namun, masing-masing investor punya tujuan dan karakteristik yang beda," ujar dia. Fakhrul Aufa, analis Indonesia Bond Pricing Agency memprediksi, total permintaan yang masuk dari investor bisa mencapai Rp 25 triliun hingga Rp 28 triliun. Sedangkan, ekonom Bank Internasional Indonesia Josua Pardede menduga, potensi oversubscribe ORI010 bisa 1 kali hingga 1,5 kali. Fakhrul bilang, keuntungan ORI akan lebih menjanjikan bila digenggam dalam jangka panjang. "Ketika inflasi mulai stabil tahun depan, belum tentu investor bisa mendapat instrumen yang menawarkan kupon 8,5%," ujar dia. Lana Soelistianingsih, ekonom Universitas Indonesia menilai, kupon tersebut terlalu tinggi. "Tahun ini inflasi memang tinggi, namun sudah menunjukkan tren penurunan," ujar dia. Lana menduga, hingga akhir tahun ini laju inflasi bisa berkisar 9%. Namun, tahun depan inflasi diperkirakan bisa turun menjadi 6%. Lana memperkirakan, harga ORI baru akan naik di pasar sekunder tahun depan. Kenaikan tersebut dipicu oleh mulai stabilnya inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Dari sisi agen penjual, kupon 8,5% ini menggiurkan. Direktur Utama PT Danareksa Sekuritas, Marciano Herman optimistis dalam memasarkan ORI bernama Mangrove ini. "Target penjualan ORI dari kami sebesar Rp 1 triliun," ungkap Marciano. Menurut Marciano, instrumen investasi pendapatan tetap seperti ORI memiliki pasar sendiri. Sejauh ini, investor ritel sudah banyak yang menyatakan minat. Hingga kini, jumlah peminat ORI010 melalui Danareksa telah mencapai ratusan juta rupiah.
Direktur Utama PT Mandiri Sekuritas, Abiprayadi Riyanto mengatakan, kupon ORI sesuai proyeksi. Dia membandingkan kupon ORI dengan BI rate, suku bunga deposito dan transaksi obligasi ritel di pasar sekunder. Selain itu, pihaknya mempertimbangkan penurunan BI rate dari level saat ini sebesar 7,25% menjadi 7% pada akhir 2014. Dengan asumsi tersebut, kupon ORI masih menarik. "Mengingat kupon ORI menawarkan
fixed rate hingga jatuh tempo, maka berinvestasi di obligasi akan menarik manakala ekspektasi suku bunga ke depan menurun," ujar Abiprayadi. Abiprayadi menebak, tahun depan inflasi akan turun ke level 5% dari prediksi inflasi tahun ini yang mencapai 9%. Meredanya inflasi akan membuat ORI semakin dikoleksi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati