KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan permintaan penambahan anggaran yang diajukan oleh sejumlah Kementerian dan lembaga (K/L) berpotensi membuat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN) semakin melebar. Ia menyoroti ada tiga permasalahan utama
yang bisa terjadi jika hal tersebut terwujud. Pertama, soal efisiensi belanja negara dan skala prioritas anggaran. Semakin besar pagu anggaran yang disetujui artinya ada fokus anggaran yang berubah, padahal ke depan banyak program baru dari pemerintahan Prabowo. Kedua, DPR seharusnya melihat ruang fiskal yang berisiko menyempit karena kebutuhan pembiayaan utang tahun depan meningkat. "Apalagi ada Rp 800 triliun utang jatuh tempo tahun depan," kata Bhima kepada Kontan, Selasa (11/6) malam.
Baca Juga: K/L Minta Tambahan Anggaran Jumbo Ketiga, dari sisi penerimaan negara saat ini kondisinya sedang tidak baik. Menurutnya, belum ada sumber komoditas lagi yang bisa mendorong penerimaan pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak. Hal yang sama juga diungkapkan oleh
ekonom senior INDEF Tauhid Ahmad. Menurutnya belanja APBN akan membesar dengan dua konsekuensi. Pertama, ada realokasi Anggaran K/L lain yang sudah ditetapkan sementara. Kedua, akan ada penambahan defisit anggaran yang semula berada pada range 2,45% PDB dan dimaksimalkan hingga 2,82% PDB. "Secara total penambahan anggaran K/L hanya bisa diperkirakan sebesar Rp 60 triliun sampai Rp 80 triliun saja," ucap Nailul.
Sementara itu, p
engamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyoroti, DPR dalam akhir periode ini tidak akan terlalu ngotot dalam hal anggaran. "Jadi saya rasa dari sisi anggota DPR sendiri seperti
loss terhadap anggaran K/L," ujar Nailul. Baca Juga: DPR Setujui Anggaran Kemenkeu Sebesar Rp 53,19 Triliun pada Tahun 2025 Sementara itu, K/L mendapat angin segar dari Kemenkeu dan Luhut untuk bisa melebarkan defisit anggaran sebesar 2,5%-2,8% persen dari PDB. Dengan begitu, pembiayaan hutang akan diwajarkan apabila anggaran mereka dinaikkan, tanpa K/L bisa menjelaskan untuk apa tambahan program tersebut.
Kemendikbud misalnya yang meminta tambahan anggaran karena dinilai relatif kecil. "Padahal yang tidak becus mereka mengelola anggaran, bukan anggarannya yang kecil. Begitu juga dengan instansi lainnya," tegasnya.
Ia menyimpulkan, dengan adanya tambahan anggaran tersebut maka defisit APBN akan semakin melebar.
Ini merupakan ancaman nyata pemerintah melanggar UU Keuangan Negara. Seperti diketahui, s
ejumlah Kementerian dan Lembaga (K/L) mengusulkan tambahan anggaran untuk tahun depan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pihak parlemen pun menyetujui sejumlah usulan tambahan tersebut. Misalnya, Kepolisian RI meminta tambahan anggaran sebesar Rp 60,64 triliun untuk tahun depan. Total, pagu indikatif Polri yang sudah disetujui DPR naik menjadi Rp 165,31 triliun dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR, Selasa (11/6).
Kemudian, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) meminta tambahan anggaran sebesar Rp 7,5 triliun. Kementerian Kelautan dan Perikanan juga meminta tambahan dana sebesar Rp 4,47 triliun di 2025.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp 25 triliun tahun depan. Selanjutnya, Kementerian Sosial meminta tambahan anggaran Rp 9 triliun pada pekan lalu.
Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Raja Juli Antoni pun ikut mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp 29,8 triliun di 2025 pada rapat kerja dengan Komisi II DPR, Senin (10/6).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Putri Werdiningsih