KONTAN.CO.ID - Kepiting bakau atau yang bernama latin Scylla Paramamosain biasa hidup di daerah pesisir dan sela-sela tanaman mangrove atau bakau. Namun, meski habitat asli kepiting bakau di air laut, spesies tersebut masih bisa dibudidayakan di air payau.
Malik, salah satu pembudidaya asal Makassar membudidayakan kepiting dengan menggunakan karamba atau tambak. Dia sudah mengembangkan cara pembudidayaan ini selama 15 tahun.
Naiknya permintaan kepiting bakau diakui oleh Malik. Bahkan permintaannya meningkat dua kali lipat sejak setahun belakangan. Malik menduga adanya peningkatan tersebut karena restoran yang menyajikan menu khusus kepiting mulai banyak muncul belakangan.
Tak hanya kepiting siap olah, Malik juga menjual bibit kepiting bakau. Sebab, seiring naiknya permintaan, banyak pula pembudidaya yang mencari bibit kepiting ini. Ia pun tak ingin melewatkan momen ini.
Bibit kepiting bakau yang biasa dia jual seberat 100 gram (gr) hingga 200 gr. Ia menjualnya Rp 8.000 - Rp 10.000 per ekor.
Malik biasa mendapatkannya di daerah pesisir di sekitar Sulawesi Selatan. Dalam sebulan, ia bisa menjual sampai 5.000 bibit. Namun, sayangnya, di akhir tahun, bibit kepting bakau mulai sulit ditemukan.
“Sekarang permintaan banyak, tapi stok bibit di alam sudah menipis. Dua bulan terakhir saya sering menolak pesanan. Kalau seperti sekarang ini saya jual seadanya saja,” ujar Malik. Sedangkan untuk kepiting bakau siap panen, harganya sekitar Rp 90.000 per kilogram (kg).
Banyaknya permintaan yang tak sebanding dengan pasokan bibit juga diakui oleh Hasyim, pembudidaya kepiting bakau asal Balikpapan, Kalimantan Timur. Jika biasanya dalam sebulan dirinya bisa menjual sampai 10.000 bibit, kini, ia hanya bisa menjual sekitar 4.000 bibit kepiting bakau.
“Memang kalau akhir tahun susah, karena kepiting ini tergolong musiman dan selama ini kebanyakan petani masih mengandalkan pasokan alam,” tuturnya. Hasyim menjual bibit kepiting bakau dengan berat sekitar 250 gram dibanderol Rp 12.000 per ekor.
Ia mengatakan, harga bibit tersebut bergantung pada beratnya. Semakin berat bibit kepiting bakau, kemungkinan untuk lebih cepat panen semakin besar juga. “Kalau makin berat berarti kan waktu untuk panen bisa lebih cepat," ujar Hasyim.
Berbeda dengan Malik, Hasyim hanya menjual bibit kepiting bakau saja. "Belum punya niat untuk pembesaran," tuturnya. Pelanggannya adalah kalangan petani lanjutan dan suplier restoran dari beberapa kota besar seperti Surabaya, Jakarta, Balikpapan, Tarakan, Pontianak dan kota lainnya di sekitar Kalimantan.
Pemilik sifat kanibal yang tak tahan sengatan matahari
Membudidayakan Scylla Paramamosain atau yang lebih dikenal dengan kepiting bakau cukup menantang. Malik, pembudidaya kepiting bakau asal Makassar, Sulawesi Selatan mengatakan kepting jenis ini rentan mati saat masih berbentuk bibit. “Kematian rentan terjadi kalau kondisi bibit yang dibeli memang sudah lemah. Biasanya ini terjadi waktu pengangkutan dan pemindahan bibit,” terangnya.
Malik menjelaskan, beberapa ciri bibit kepiting yang kurang sehat, yaitu warna karapas atau karapaks (bagian tengah tempurung) akan kemerah-merahan dan menjadi pudar. Di samping itu, bibit yang kurang sehat pergerakkannya cenderung lambat. Maka dari itu, kesehatan bibit merupakan faktor terpenting yang menunjang proses penggemukan kepiting.
Keunggulan dari kepiting bakau sendiri adalah tahan terhadap segala perubahan lingkungan. Sehingga cenderung lebih fleksibel untuk media pemeliharaannya. “Ada jenis kepiting yang hanya bisa hidup di air laut. Nah, kalau kepiting bakau ini lebih mudah hidup dimana-mana,” tutur Malik.
Meski tahan terhadap perubahan lingkungan, bibit kepiting bakau tak boleh terlalu lama terpapar sinar matahari. Sebab, kepiting bisa dehidrasi dan mengurangi cairan dalam tubuhnya jika kepanasan. Itulah yang menyebabkan kematian. “Biasanya kematian kepiting terjadi setelah hari ke-4 dalam wadah penampungan tanpa air,” ujar Malik.
Selain panas sinar matahari yang bisa menyebabkan dehidrasi, Hasyim, pembudidaya kepiting bakau asal Balikpapan, Kalimantan Timur mengatakan, sifat kanibalisme kepiting juga perlu diwaspadai. Maka, pembudidaya harus mengawasi tanda-tanda kanibalisme kepiting.
“Kepiting ini hewan karnivora, biasanya ada satu atau dua dari sepuluh kepiting yang memang punya sifat kanibalisme," jelasnya. Kepiting kanibal harus dipisahkan di tempat tersendiri, sebab mereka tak segan makan sesamanya.
Lantaran tergolong hewan karnivora, maka pemberian pakan kepiting harus teratur untuk mengantisipasi timbulnya sifat kanibalisme. “Biasanya saya beri pakan keong, ikan kecil atau usus ayam. Sehari harus dua kali, pagi dan sore atau malam hari,” terangnya.
Penggantian air juga harus rutin, terutama jika terjadi penurunan kualitas air. Biasanya dilakukan sekitar seminggu sekali. Hasyim bilang, dalam teknik pembesaran kepiting bakau, mutu air harus baik. “Salinitas antara 15 – 30 ppt, pH air antara 7-8, suhu sekitar 25 – 30 derajat celsius. Lalu dasar tambak atau karamba bisa berupa lumpur berpasir seperti tekstur habitat aslinya hutan mangrove,” paparnya.
Untuk pemanenan kepiting, Malik dan Hasyim sepakat jika waktu panen bergantung pada berat bibit kepiting bakau sendiri. Biasanya, kepiting bakau siap panen yang bagus memiliki berat minimal 500 gram. Untuk mencapai berat minimal tersebut membutuhkan waktu sekitar 3 – 4 bulan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News