Permintaan USD tinggi membayangi rupiah tahun ini



JAKARTA. Nasib rupiah di tahun 2016 sulit menguat di tengah tingginya permintaan dollar. Untuk itu, pemerintah perlu menerapkan strategi guna meningkatkan pasokan dollar sehingga menjaga nilai tukar rupiah.

Di pasar spot, Senin (4/1) pukul 14.30 WIB, rupiah melemah 0,61% ke level Rp 13.914 per dolar AS dibanding penutupan sebelumnya.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), utang luar negeri jangka pendek pemerintah dalam satu tahun ke depan masih ada sekitar 55% dari total cadangan devisa. Ini memberikan indikasi akan tingginya kebutuhan dollar AS untuk pembayaran utang jatuh tempo tahun ini.


Lana Soelistianingsih, Ekonom Samuel Aset Manajemen, mengatakan, jika melihat dari aspek tersebut kemungkinan rupiah untuk menguat cukup kecil.

“Untuk melihat rupiah di tahun 2016, kita harus melihat dari sisi supply dan demand terlebih dahulu,” papa Lana.

Sementara pasokan USD salah satunya berasal dari ekspor. Sebesar 60% ekspor berasal dari komoditas, yakni 20% minyak dan 40% komoditas lain seperti batubara, coklat, CPO, dan timah.

Jika harga minyak tahun ini masih rendah dan terus melemah, maka komoditas lain bisa terseret. ”Artinya, angka ekspor juga bisa menurun,” imbuh Lana.

Penurunan harga minyak juga menyebabkan kenaikan dollar AS. Jika hal itu terjadi, rupiah akan semakin tergerus.

Lana melihat nilai ekspor belum akan mampu menopang rupiah bahkan dengan asumsi 100% devisa hasil ekspor (DHE) dibawa masuk ke dalam negeri semua.

Harapannya, neraca perdagangan terus mengalami surplus seperti tahun-tahun sebelumnya.

Namun, dengan angka ekspor yang terus menurun, defisit neraca perdagangan mungkin terjadi. Apalagi, jika di sisi lain impor mengalami kenaikan dari ekspektasi pengeluaran pemerintah yang terus meningkat, baik untuk belanja modal maupun belanja infrastruktur.

Masalah lain datang dari kondisi eksternal. Kenaikan suku bunga The Fed sudah diantisipasi pasar, karena sudah dimulai tahun 2015.

“Pasar tidak lagi menggunakan isu itu,” papar Lana. Harga minyak justru menjadi ketidakpastian baru.

Sementara beberapa kebijakan BI maupun pemerintah untuk menopang rupiah belum diterapkan secara maksimal. Seperti kebijakan menggunakan rupiah pada transaksi dalam negeri.

Meski sudah diterapkan, implementasi di lapangan belum mendapat pengawasan serius. Pemerintah belum menerapkan sanksi bagi para pihak yang tidak mematuhi aturan transaksi dengan rupiah.

Cara lain yang dapat diterapkan pemeirntah, menurut Lana yakni memperbanyak penerbitan global bond. Jika hal itu dilakukan, Lana memprediksi rupiah bisa bertahan di level Rp 13.800 - Rp 14.200 per dollar AS tahun ini.

“Perlu diwaspadai bulan-bulan tertentu di akhir kuartal seperti bulan Maret, Juni, September, dan Desember. Saat itu, kebutuhan dolllar AS untuk pembayaran utang jatuh tempo meningkat. Mungkin pemerintah bisa mulai meningkatkan obligasi dalam USD menjelang bulan-bulan tersebut,” kata Lana.

Di samping itu, pemerintah juga dapat menerapkan aturan tax amnesty yang disertai dengan repatriasi aset.

Artinya, jika perusahaan mendapat pengampunan pajak, maka aset-asetnya yang berada di luar negeri harus turut dibawa masuk ke Indonesia. BI pun sudah mengeluarkan instrumen yang untuk menyimpang USD dalam negeri.

“Jika strategi ini berhasil diterapkan, rupiah bisa kembali menuju Rp 13.000 per dollar AS,” pungkas Lana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie