KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permudah izin usaha, pemerintah menyiapkan draf Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah. Aturan ini nanti akan menjadi payung hukum untuk memudahkan proses perizinan berusaha di daerah. “RPP ini kita mengikuti konsepsi UU cipta kerja yaitu pengintegrasian peraturan dan penyederhanaan jumlah dan bentuknya sehingga lebih sederhana terkait perizinan maupun prosedurnya,” kata Direktur Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan dan Kerjasama, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Prabawa Eka Soesanta dalam diskusi virtual, Senin (30/11). Prabawa mengatakan, RPP ini untuk memberikan kepastian hukum dalam berusaha, meningkatkan iklim investasi dan kegiatan berusaha. Serta menjaga kualitas perizinan yang dapat dipertanggungjawabkan.
“Perlu didukung penyelenggaraan perizinan berusaha di daerah yang cepat, mudah, transparan, pasti, sederhana, terjangkau, profesional serta berintegritas,” ujar dia.
Baca Juga: Pembahasan UU Cipta Kerja dituding tak libatkan publik, ini jawaban pemerintah Ia mengatakan, proses perizinan dalam RPP ini akan menggunakan
online single submission (OSS) berbasis pendekatan risiko (
risk based approach/RBA). Saat ini pemerintah tengah mempersiapkan aplikasi OSS
risk based approach (RBA). “Strukturnya RPP-nya di draf yang terakhir kurang lebih ada 80 pasal. Unit pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) menjadi penyelenggara tunggal dalam proses perizinan yang ada di daerah,” ujar dia. Prabawa mengatakan, proses perizinan berusaha dibagi berdasarkan tingkat risikonya. Mulai dari kegiatan berusaha berisiko rendah, berisiko menengah dan berisiko tinggi. Persyaratan dasar perizinan diantaranya terkait kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, persetujuan lingkungan, dan persetujuan bangunan gedung sertifikat laik fungsi. Pemanfataan ruang harus disesuaikan dengan rencana detail tata ruang (RDTR). “Kita berharap nantinya RDTR yang kita pakai RDTR yang berbasis digital. Namun ketika itu belum ada kita memakai putusan dr pejabat yang berwenang untuk sementara sebagai pengganti RDTR digital dan kita berharap keduanya tidak ada perbedaan,” jelas dia. Direktur Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Research Institute, Agung Pambudhi meminta, dalam pelaksanaan perizinan OSS RBA menempatkan pemerintah atau pemerintah daerah sebagai pemegang otoritas yang tegas mengambil keputusan untuk penerbitan izin berusaha. Kemudian, perlunya ditegaskan prinsip fiktif positif bahwa permohonan perizinan dianggap disetujui jika dalam batas waktu tertentu tidak ada keputusan dari pemda. Hal ini berkaca pada apa yang telah dijalankan dalam hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. “Kami di dunia usaha berharap bahwa prinsip fiktif positif ini benar-benar bisa dilaksanakan dan diterapkan dalam prinsip yang sangat mendasar dari perizinan usaha. Artinya jika segala syarat terpenuhi, sudah dijalankan ketentuannya, mestinya tidak ada lagi reason ketika tidak lagi komentari, tidak di approve lalu lewat batas waktu tertentu harus nya sdh berlaku. Ini merupakan praktek yang sudah cukup banyak diterapkan oleh negara-negara maju,” jelas Agung.
Sementara, Analis Kebijakan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman Suparman mengatakan, pemerintah perlu menyiapkan akselerasi persiapan RDTR. Sebab hal ini yang nantinya juga berpengaruh dalam pemberian perizinan di daerah. KPPOD mengusulkan perlunya dimasukkan alur untuk mendapatkan persetujuan lingkungan dan pengelolaan limbah dan pengelolaan limbah B3. Mulai dari permohonan sampai tahap penyelesaian. “Perlu diatur alur A – Z untuk mendapatkan persetujuan ini, meskipun scr umum tp ini memberikan kepastian kpd pelaku usaha/pemohon bagaimana prosedur tuk mendapatkan perizinan atau persetujuan lingkungan ini,” terang Herman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat