Pernyataan Menteri Energi Saudi mengangkat harga minyak ke US$ 65 per barel



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah dunia pagi ini, Jumat (23/3) kembali ke level US$ 65 per barel. Harga minyak terpompa kabar negara OPEC dan Rusia kemungkinan akan memperpanjang periode pemangkasan produksi minyak sampai 2019 mendatang. 

Harga West Texas Intermediate (WTI) pukul 8:00 WIB untuk kontrak Mei 2018 di level US% 65,11 per barel. Harga minyak tengah bullish meski kemarin terkoreksi ke level US$ 64,3 per barel.

Harga minyak mentah tersulut pernyataan Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih, bahwa negara OPEC and non-OPEC yang berjanji memangkas produksi 1,8 juta barel minyak per hari sejak Januari 2017 lalu, akan membahas kemungkinan perpanjangan perjanjian sampai tahun 2019. 


"Kita tahu bahwa masih diperlukan waktu untuk menurunkan pasokan minyak ke level yang kita sebut normal," kata Khalid pada Reuters di Washington. Dia bilang, pembahasan ini akan dilakukan pada pertemuan OPEC Juni 2018 nanti di Winna. 

"Sehingga, pada akhir tahun nanti kita bisa mengidentifikasi langkah apa yang akan dilakukan pada 2019," katanya. 

Anthony Headrick, Analis pasar energi dan broker berjangka komoditas di CHS Hedging LLC, Minnesota seperti dikutip dari Reuters menilai, penurunan harga minyak kemarin dipicu aksi ambil untung setelah kenaikan signifikan terjadi di hari-hari sebelumnya. "Ketakutan akan perdagangan dengan China merupakan komponen kelemahan minyak hari ini," kata dia.

Berbagai sentimen positif

Analis Global Kapital Investama Berjangka Nizar Hilmy mengatakan, tren kenaikan harga minyak dimulai saat Energy Information Administration (EIA) melaporkan stok minyak mentah di AS berkurang 2,6 juta barel. Padahal, pasar memperkirakan adanya peningkatan stok sebesar 3,25 juta barel.

Sentimen positif juga datang dari masalah geopolitik Arab Saudi dan Iran yang memanas. Kini Arab Saudi membuka peluang mengembangkan senjata nuklir untuk menandingi Iran yang berniat mengembangkan senjata serupa.

Bahkan, Pangeran Mohammed bin Salman melakukan kunjungan ke AS pada awal pekan ini. "Kunjungan tersebut memperkuat spekulasi di pasar bahwa AS bakal memberikan sanksi ke Iran," kata Nizar, Kamis (22/3).

Analis Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar menambahkan, jika isu perseteruan Arab Saudi, Amerika dan Iran berlanjut, maka embargo ekspor minyak ke Iran bisa dikenakan kembali. Hal ini membuat potensi ekspor minyak Iran di pasar global turun 250.000–500.000 barel per harinya.

Harga minyak juga bakal makin terangkat karena dollar AS tertekan. Ini berkat pernyataan Gubernur The Federal Reserve Jerome Powell yang menegaskan kenaikan suku bunga di tahun ini hanya tiga kali.

Katalis lain yang membuat harga minyak melambung adalah kepatuhan anggota Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) memangkas produksi minyak. Alhasil tren kenaikan harga minyak tetap terjaga dalam jangka pendek. Namun, untuk jangka panjang, pergerakan harga minyak bergantung permintaan dan pasokan global.

Selain itu, bayang-bayang kenaikan produksi minyak mentah Negeri Paman Sam yang bisa mencapai 11 juta barel per hari masih menghantui. Nizar mengatakan, AS bisa menjadi produsen minyak terbesar, mengalahkan Rusia dan Arab Saudi, bila proyeksi produksi minyak di negara tersebut tercapai.

Nizar memprediksi harga minyak hari ini akan bergerak di rentang US$ 62–US$ 67 per barel. Menurut hitungan Deddy, sepekan ke depan harga minyak akan bergerak antara US$ 62,92–US$ 66 per barel.

Secara teknikal, Deddy bilang, harga minyak saat ini berada di moving average (MA) 50, MA100 dan MA200, mengindikasikan penguatan. Indikator stochastic masuk area overbought dan memiliki potensi koreksi. Tapi RSI dan MACD berada di area positif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia