KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mayoritas emiten BUMN konstruksi karya mencatatkan penurunan perolehan kontrak baru pada awal tahun ini. Pencapaian kontrak baru ini, menjadi salah satu indikator tolok ukur kinerja perusahaan. Sejauh mana pencapainnya? Dari data yang dihimpun KONTAN, perolehan kontrak baru emiten karya sampai Maret atau April 2018 cenderung lebih kecil dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hanya, PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP) yang membukukan kontrak baru lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan tiga emiten lain, yaitu PT Adhi Karya Tbk (ADHI), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT), justru melambat. Ada beberapa alasan yang menjadi latar belakang hal itu. Misalnya, PT Adhi Karya Tbk (ADHI) mengaku jadwal tender yang diikuti perusahaan mundur. Otomatis, hal ini mempengaruhi pembukukan kontrak baru ADHI pada kuartal I-2018. Sampai dengan Maret 2018, ADHI mengantongi kontrak baru sebesar Rp 3,1 triliun, lebih kecil dibandingkan Maret 2017 yang sebesar Rp 3,7 triliun.
“Kemungkinan akan ada pertumbuhan di kuartal III-2018,” ujar Budi Saddewa Soediro, Direktur ADHI di Jakarta, Jumat (4/5). Sampai dengan April 2018, Budi memperkirakan ADHI mampu membukukan kontrak baru sebesar Rp 4,3 triliun. Sebagai informasi, tahun ini, ADHI mematok target kontrak baru senilai Rp 23,3 triliun. Artinya, sampai dengan April 2018, kontrak baru ADHI bisa mencapai 18,45%. Perseroan juga masih optimistis kontrak baru bisa bertambah seiring dengan pengembangan bisnis yang dilakukan pada titik jalur LRT. ADHI membidik bisa mengembangkan 18 transit oriented development (TOD). Ini menjadi tindak lanjut pengembangan bisnis jalur LRT yang saat ini sedang dibangun. Anak usaha yang khusus menangani bisnis TOD nantinya adalah PT Adhi Commuter Property (ACP). Dari 18 TOD itu, ADHI yakin bisa menguasai sebanyak 12 TOD untuk dikembangkan. Sebanyak 12 titik ini akan dikembangkan selama 11 tahun. “Nilai kapitalisasi untuk pengembangan 12 TOD tersebut sekitar Rp 55 triliun,” kata Entus Asnawi, Direktur Keuangan ADHI. Selain ADHI, WIKA juga masih mencatatkan perolehan kontrak baru kuartal I-2018 melembat. Manajemen WIKA menyatakan, sampai pekan ketiga April 2018, perusahaan membukukan kontrak baru senilai Rp 11,27 triliun atau 20% dari target tahun ini. Pencapaian ini bahkan masih lebih kecil dibandingkan kuartal I-2017 yang mencapai Rp 16,63 triliun. WIKA masih cukup agresif menjaring kontrak baru pada tahun ini. Tahun ini, WIKA membidik kontrak baru sebesar Rp 57,24 triliun, naik 35% dibandingkan perolehan kontrak baru pada 2017 sebesar Rp 42,40 triliun. Pendapatan dari pembangunan infrastruktur dan gedung masih memegang posisi puncak. Sementara, PT Waskita Karya Tbk (WSKT), membukukan kontrak baru kuartal I-2018 senilai Rp 3,6 triliun. Angka tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 11,65 triliun. WSKT membidik kontrak baru tahun ini bisa mencapai Rp 70 triliun. Target ini masih lebih tinggi dibandingkan tahun 2017 sebesar Rp 55 triliun. Target ini merupakan hasil revisi dari sebelumnya Rp 80 triliun pada 2017. Target lebih besar Dari data perolehan kontrak baru emiten karya tersebut, nampak pencapaian kontrak baru agak melambat. Meski demikian, mereka masih cukup optimistis perolehan kontrak baru tahun ini masih lebih besar dibandingkan 2017. Misalnya, WSKT menargetkan kontrak baru 2018 sebesar Rp 70 triliun dari tahun sebelumnya Rp 55 triliun, ADHI bidik Rp 23,3 triliun dari sebelumnya Rp 17,8 triliun, kemudian PTPP membidik Rp 49,1 triliun dari sebelumnya hanya Rp 40,6 triliun, dan WIKA mengincar Rp 57,24 triliun dari sebelumnya Rp 42,40 triliun. Bertoni Rio, Senior Analyst Research Division Anugerah Sekuritas Indonesia menilai, tahun politik memberikan pengaruh terhadap pencapaian kontrak baru emiten karya. Tahun ini hingga tahun depan, biasanya lelang kerja konstruksi berpotensi mundur. Walaupun tahun politik, pekerjaan infrastruktur tetap berjalan sehubungan untuk kepentingan masyarakat. Dia berpendapat, kontrak baru emiten berpotensi melambat sehubungan aktivitas politik tahun ini cukup menyita waktu pemerintah, akibatnya penyerapan kontrak akan mundur. Oleh karena itu, diharapkan kontrak
carry over bisa lebih cepat terealisasi sembari menunggu kontrak baru. “Penyelesaian kontrak kemarin (
carry over) bisa memperbaiki kinerja emiten,” kata Bertoni kepada KONTAN, Minggu (6/5).
Pergerakan saham emiten konstruksi sejak awal tahun (ytd) pun masih tertekan. Pertumbuhan saham WIKA masih minus 11,61%, saham WSKT minus 11,76%, ADHI turun 3,98%, dan PTPP melemah 15,91%. Bertoni berpendapat, tekanan pada sektor kontruksi ini juga disumbang risiko pasar tiga bulan terakhir yang cukup tinggi. “Akibatnya saham-saham berguguran termasuk sektor konstruksi,” paparnya. Dia merekomendasikan
buy on weakness saham WSKT dengan target hargaRp 2.900, lalu ADHI Rp 2.300, PTPP Rp 3.200, dan WIKA dengan target Rp 2.100. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini